Denpasar (ANTARA News) - Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali yang memiliki ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut, senantiasa menjadi tempat pelaksanaan ritual "Mulang Pekelem", rangkaian upacara besar di Pura Besakih maupun tempat suci lainnya di desa-desa di lereng gunung tersebut.

Kegiatan yang digelar secara berkesinambungan itu melibatkan lima pemimpin ritual Hindu (pemangku) bersama pemandu pendakian Gunung Agung I Ketut Ngenteg, menggelar prosesi ritual "Mulang Pekelem" di kawah Puncak Gunung Agung pada Senin (2/10).

Kegiatan ritual serangkaian upacara "Guru Piduka" (permohonan maaf) di Pura Pasar Agung Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem itu digelar saat Gunung Agung masih berstatus Awas (level IV).

Kelima pemangku tersebut terdiri atas Jro Mangku Nyoman Reta (pemangku Puncak Gunung Agung), Jro Mangku Kadek Rimpung (asal Desa Pesinggahan, Klungkung), Jro Mangku Wayan Subrata (Desa Pesinggahan) Jero Mangku Pasek (Desa Antiga, Karangasem) dan Jro Mangku Seleg (Kecamatan Rendang, Karangasem) serta Kelian Banjar Yehmalet, Desa Antiga I Nengah Sarianta.

Kegiatan ritual itu sejak keberangkatan hingga tiba kembali berlangsung sekitar 6-7 jam mulai pukul 08.30 dan tiba 14.00, perjalanan lebih cepat karena tidak berhenti dalam pendakian.

Menurut penuturan Jro Mangku Nyoman Reta suasana visual gunung yang disucikan umat Hindu itu tampak normal seperti biasa. Burung-burung berkicau riang dan binatang seperti kera masih tampak berkeliaran.

Suasana sejuk suhu 19-20 derajat celcius namun diselimuti kabut tebal. Dari kawah puncak berembus asap putih bertekanan rendah dengan ketinggian 50 meter di sebelas titik dan mengeluarkan suara gemuruh secara terus menerus.

Sementara Kepala Bidang Mitigasi Gunungapi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Gede Suantika mengatakan, aktivitas kegempaan Gunung Agung sejak dua hari terakhir mengalami penurunan.

Hasil pencatatan di Pos Pengamatan Gunung Api Di Desa Rencang menunjukkan penurunan aktivitas kegempaan, namun kualitas dan kuantitas gempa masih tergolong tinggi dengan tetap status Awas.

Sebelumnya pengamatan pada Sabtu (30/9) menunjukkan permukaan kawah Gunung Agung mengalami keretakan diperkirakan mencapai panjang 100 meter. Aktivitas kegempaan Gunung Agung pada Senin (2/10) Pukul 06.00 sampai 12.00 Wita yakni kegempaan vulkanik dalam mencapai 88 kali, vulkanik dangkal mencapai 143 kali serta tektonik lokal sebanyak 16 kali.

Sedangkan pada Sekasa (3/10) pukul 00.00-06.00 Wita kegempaan vulkanik dangkal 86 kali dan vukanik dalam 65 kali serta tektonik lokal sebanyak 13 kali.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak Jumat (22/9) meningkatkan status Gunung Agung dari Siaga (level III) menjadi Awas (level IV).

Dengan demikian wilayah steril yang semula radius enam kilometer dari puncak gunung itu diperluas menjadi sembilan kilometer, serta ditambah perluasan wilayah sektoral yang semula 7,5 kilometer menjadi 12 kilometer ke arah Utara, Timur Laut, Tenggara dan Selatan-Baratdaya sehingga kawasan suci itu masuk dalam radius berbahaya.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat pengungsi warga seputar gunung itu hingga Senin (2/10) tercatat 139.945 orang tersebar pada 419 titik di delapan kabupaten dan satu kota, menurun dibanding Sabtu (30/9) 143.840 orang.

Penurunan sebanyak 3.895 orang itu karena adanya pemulangan pengungsi dari daerah aman, karena hanya 28 desa di lereng Gunung Agung yang wajib mengungsi yang jumlahnya diperkirakan sekitar 70.000 orang.

Dengan demikian pengungsi dari daerah aman yang tidak masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) diharapkan kembali ke rumah masing-masing dan Pemkab setempat siap memfasilitasi pemulangan tersebut.

Kegiatan ritual


Sementara Pemangku di Pura Besakih di lereng kaki Gunung Agung setiap hari tetap menggelar kegiatan ritual di tempat suci umat Hindu terbesar yang menyimpan ketenangan dan kedamaian.

Tempat suci itu konon pondasinya dibangun Rsi Markandeya dari India pada zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi), terdiri atas 16 pura menjadi satu-kesatuan tak terpisah.

Di tiga pura kawasan suci Besakih yakni Pura Bangun Sakti, Basukian dan Pura Pangubengan telah dilaksanakan ritual "Pengelempana" atau penduh jagat pada hari Rabu (20/9).

Menurut Bendesa Adat Besakih, Jero Mangku Widiartha, tempat suci itu sebenarnya masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB), kegiatan ritual digelar secara rutin oleh satu atau dua pemangku (pemimpin ritual agama) dengan sistem bergiliran.

Pihaknya sangat menghormati imbauan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali kepada umat Hindu untuk menunda pelaksanaan ritual "Nyegara Gunung atau Meajar-ajar", rangkaian ritual Ngaben ke Pura Besakih.

Pura Besakih tempat suci umat Hindu terbesar harus tetap melaksanakan prosesi ritual keagamaan secara rutin, disamping beberapa jenis "odalan" (ritual berkala).

Kegiatan ritual itu hanya melibatkan "pengempon" atau petugas khusus dalam lingkungan Desa Adat Besakih. Kegiatan ritual "piodalan" yang jatuh pada "Purnama Kapat", 5 Oktober 2017 juga sebagai momentum "ngrastiti" dan memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai dewata yang berstana di Pura Besakih agar selalu melindungi umat beserta dunia dengan seluruh isinya.

Sementara masyarakat Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, yang masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) II masih tetap beraktivitas seperti biasa pascapeningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung sejak 22 September lalu.

I Luh Ase (43), warga setempat menuturkan, siang hari membuat dan menjual canang (sarana ritual) dan malam hari kembali ke tempat pengungsian di Desa Rendang yang berjarak sekitar 15 km.

Hal itu terpaksa dilakoni untuk menyambung hidup, setelah hampir dua minggu berada di tempat mengungsian yang membutuhkan tambahan biaya. Melalui aktivitas menjual sarana ritual sekaligus melayani masyarakat yang melaksanakan persembahyangan ke Pura Besakih.

Lebih-lebih saat odalan yang bertepatan dengan bulan Purnama pada 5 Oktober 2017 sarana ritual itu sangat diperlukan oleh masyarakat, ujar Iluh Ase.

(BACA: Pemain Bali United semangati pengungsi Gunung Agung)

Oleh Imb Andi purnomo & Ik Sutika
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017