Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tidak menemukan unsur kimia berbahaya merkuri yang diakibatkan penambangan emas di sekitar Poboya Palu, Sulawesi Tengah.

"Karena warga telah meninggalkan merkuri," kata Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian LHK Yun Insiani di Jakarta Jumat.

Yun menuturkan masyarakat yang menambang secara tradisional telah mengganti unsur kimia merkuri dengan sianida untuk penambangan emas di Poboya.

Yun mengungkapkan Kementerian LHK meneliti rambut milik masyarakat sekitar yang menambang emas pada Maret-Agustus 2017 namun ditemukan unsur merkuri yang diduga penggunaan zat kimia sejak beberapa tahun sebelumnya.

Yun menyatakan unsur merkuri pada rambut salah satu penambang emas itu menunjukkan penurunan lantaran warga tidak menggunakan merkuri sejak dua hingga tiga tahun sebelumnya.

Saat ini, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah setempat berupaya menyosialisasikan dan mengawasi penggunaan sianida kepada warga Poboya untuk menambang emas.

Kementerian LHK juga fokus memutus rantai perdagangan dan penggunaan bahan merkuri untuk penambangan emas yang tersebar pada 850 area tambang skala kecil di Indonesia.

Yun mengemukakan Kementerian LHK juga harus memberikan pemahaman soal sianida kepada penambang tradisional agar mengembangkan teknologi ramah lingkungan.

Upaya lainnya, pemerintah berupaya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun yang disesuaikan dengan Konvensi Minamata di Jenewa yang tertuang dalam UU Nomor 11/2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury.

(T.T014/R010)

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017