Menurut saya, pembubaran Satlak Prima ini blunder dan salah arah
Jakarta (ANTARA News) - Mantan pebulu tangkis nasional Taufik Hidayat mempertanyakan rencana pembubaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) oleh pemerintah demi memotong jalur birokrasi anggaran antara pengambil keputusan dan pelaksanaan Asian Games 2018 lebih pendek.

"Dari kacamata sebagai mantan atlet, saya bertanya, apa pembubaran Satlak Prima itu akan menyelesaikan masalah? Apalagi, penyelenggaraan Asian Games 2018 demikian mepet, tinggal 10 atau 11 bulan lagi," kata Taufik dalam pernyataannya yang diterima Antara di Jakarta, Senin.

Rencana pembubaran Satlak Prima ini menyeruak setelah prestasi Indonesia terpuruk pada SEA Games 2017 yang hanya menempati posisi kelima, dengan raihan 38 medali emas, 63 perak dan 90 perunggu yang merupakan prestasi terburuk Indonesia selama berkiprah di ajang SEA Games.

Kinerja Satlak Prima semakin menyedot perhatian setelah terungkap atlet tolak peluru peraih emas, Eki Febri Ekawati, terpaksa membayar akomodasi sendiri selama Pelatnas.

Proses birokrasi penyaluran dana pemusatan latihan nasional selama ini dinilai terlalu panjang serta-merta disebut sebagai biang kerok permasalahannya dan dengan pembubaran Satlak Prima, diharapkan pengambilan keputusan makin cepat.

Serta tidak ada lagi masalah yang menyangkut, seperti keterlambatan soal uang saku, pembelian peralatan baru, dan kebutuhan pelatnas lainnya.

Menurut Taufik, pembubaran Satlak Prima merupakan blunder mengingat Prima merupakan pembuat program latihan agar performa para atlet elite dan andalan bisa lebih optimal dan tidak pernah mengurusi soal masalah keuangan dan distribusi penyaluran dana bagi pelatnas.

"Sejatinya Satlak Prima fungsinya hanya membantu dan mendukung induk-induk organisasi dengan berbagai program untuk meningkatkan performa para atlet bisa tampil optimal, sementara segala urusan uang dan penyaluran dana bagi kebutuhan pelatnas, semua birokrasi dan KPA-nya ada di Kemenpora."

"Menurut saya, pembubaran Satlak Prima ini blunder dan salah arah," ujar dia.

Yang lebih aneh, lanjut dia, setelah Satlak Prima dibubarkan, kabarnya KONI akan diberi peran lebih besar. Hal tersebut menurutnya menggelikan, pasalnya birokrasi panjang yang katanya ingin dipangkas, namun kembali melibatkan lembaga lain.

"Ini artinya cuma ganti nama saja. Saya rasa birokrasinya tetap panjang dan berbelit," lanjut dia.

Yang lebih kuat didengungkan setelah pembubaran Satlak Prima, adalah pengalihan tanggung jawab peningkatkan performa atlet elite kepada induk organisasi cabang olahraga.

Menurut Taufik, tidak semua induk organisasi memiliki kemampuan dan berkecukupan dana untuk menjalankan pelatnas secara mandiri. Dari sekian banyak induk organisasi olahraga di Tanah Air, hanya segelintir yang memiliki kemampuan dalam melakukan pembinaan prestasi dan itu mungkin baru PP PBSI.

"Yang menyedihkan lagi, induk organisasi yang getol dan menyambut gembira pembubaran Satlak Prima ini adalah induk organisasi yang sebenarnya belum menunjukkan prestasi besar. Induk organisasi tersebut hanya ikut memanas-manasi suasana dan bak memancing di air keruh," ujarnya.

Sebaiknya, tambah Taufik, para pemangku kepentingan dalam masalah ini duduk bersama untuk mencari terobosan terbaik dan sekaligus mencari solusi agar penampilan atlet-atlet Indonesia bisa tampil optimal dalam Asian Games 2018.

Selain itu, idealnya dengan waktu yang demikian mepet, sebaiknya kalau ada masalah soal lambannya birokrasi dalam penyaluran pendanaan pelatnas, perlu ada skala prioritas di mana cabang-cabang olahraga yang memiliki kans besar untuk merebut medali dalam Asian Games 2018, diberi kewenangan lebih besar.

"Sehingga proses pelatnas bisa terus berjalan tanpa terganggu oleh soal keterlambatan dana yang dipicu oleh berbelitnya birokrasi dan proses pencairan dana bagi pelatnas. Yang tidak kalah penting. Jangan bawa persoalan pembinaan olahraga ke dalam ranah politik," tutur Taufik menegaskan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017