Bekasi (ANTARA News) - Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Jawa Barat, mengungkapkan penuntasan program nasional Campak - Measles Rubella 2017 di wilayah setempat masih terganjal traumatik peredaran vaksin palsu dan persepsi hukum syariah di sebagian kalangan masyarakat.

"Hal itu turut mempengaruhi penyebab rating Kota Bekasi menjadi yang terendah dalam pencapaian target Imunisasi Campak-Rubella di kota dan kabupaten Kepulauan Jawa," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bekasi Dezi Sukrawati di Bekasi.

Hal itu dikatakannya usai menghadiri agenda Sosialisasi Imunisasi Campak-MR yang digelar oleh Universitas Airlangga dan perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membidangi advokasi anak Unicef di Hotel Harris Kota Bekasi, Selasa.

Dalam agenda tersebut terungkap bahwa capaian Kota Bekasi dalam laporan tingkat pusat sampai dengan rekap laporan 6 Oktober 2017 paling bawah setelah Kabupaten Bogor dan di atas Kota Depok.

"Kota Bekasi masih menempati posisi 14 dari 15 kota/kabupaten di Jawa. Hal itu pula yang melatarbelakangi Kota Bekasi mendapat perhatian khusus dari semua lembaga terkait termasuk PBB melalui WHO dan Unicef," katanya.

Dezi mengatakan, Imunisasi Campak-Rubella yang digelar sejak Agustus-September 2017 menyasar 611.964 anak usia 9 bulan hingga 15 tahun di 12 kecamatan setempat, namun hingga batas waktu yang ditetapkan baru mencapai kisaran 90 persen dari target 95 persen.

Sementara versi Pusat Data Indonesia (Pusdatin) mencatat capaian di Kota Bekasi baru mencapai 658.563 anak atau setara 84 persen hingga 9 Oktober 2017.

Dezi mengungkapkan, masih ada empat dari 12 kecamatan yang kini belum memenuhi target sasaran program tersebut, yakni Kecamatan Bekasi Utara 88,7 persen, Kecamatan Bekasi Barat 88,2 persen, Kecamatan Bekasi Selatan 88,2 persen dan Kecamatan Bekasi Timur 87,9 persen.

"Ada sedikit traumatik masyarakat dari peristiwa peredaran vaksin palsu di Kota Bekasi pada 2016. Hal ini membuat orang tua khawatir dan lebih mempercayakan penanganan kesehatan anaknya kepada dokter langganan," katanya.

Kabar terkait peredaran vaksin palsu itu telah menjadi kenangan pahit di masyarakat Kota Bekasi yang membuat mereka tidak percaya pada produk vaksin swasta.

"Saat kita bujuk mereka, kalangan orang tua meminta diyakinkan apakah ini produk pemerintah atau bukan. Masyarakat lebih percaya pada produk yang dikendalikan pemerintah," katanya.

"Kalangan masyarakat setempat juga mempertanyakan kenapa vaksin imunisasi Campak-Rubella ini harus dibeli dari India, tidak ke farmasi langsung seperti Biofarma," katanya.

Namun pihaknya memberikan jaminan bahwa produk vaksin tersebut telah memenuhi standar internasional serta layak dipakai oleh 144 negara.

Persoalan berikutnya, kata dia, adalah resistensi sebagian kalangan penganut hukum syariah di Kota Bekasi atas dugaan kontaminasi sum-sum hewan babi.

Situasi itu dibuktikan dengan adanya 52 sekolah di Kota Bekasi yang hingga kini masih bermasalah terkait cakupan peserta, mayoritasnya adalah sekolah swasta berbasis pendidikan Islam.

"80 persennya adalah sekolah Islam. Mereka tersebar di empat kecamatan tadi," katanya.

Pihak pengajar dan orang tua siswa masih berpandangan bahwa kontaminasi sum-sum babi dalam vaksin itu haram.

"Namun kita sudah merangkul peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan pencerahan kepada kalangan siswa dan orang tua di sekolah itu," katanya.

Kepala Seksi Imunisasi Dasar Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan I Made Yosi Purbadi yang juga hadir dalam acara itu mengaku belum bisa memastikan terkait adanya kandungan babi dalam vaksin Campak-Rubella.

"Kami tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, karena hal itu ranahnya ada di tingkat produsen," katanya.

Namun dia meminta kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi untuk memaksimalkan dispensasi perpanjangan waktu imunisasi hingga 14 Oktober 2017.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017