Apa yang disampaikan anggota hakim agung, Gayus tersebut cukup memprihatinkan jika semua keputusan strategis didominasi oleh satu orang yakni ketua MA."
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) cukup prihatin atas merosotnya citra lembaga peradilan di Indonesia yang ditandai operasi tangkap tangan/OTT oleh KPK terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono pekan lalu.

Adanya kejadian yang cukup memalukan itu, kata Ketua Umum APPTHI Dr. Laksanto Utomo, dalam jumpa pers Rabu di Jakarta, memperkuat pendapat bahwa dunia peradilan masih bobrok dan belum bersih dari sikap koruptif para hakimnya.

Oleh karena itu, APPTHI meminta Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali melakukan reformasi total dan bersikap transparan terhadap mekanisme pengangkatan para ketua pengadilan tinggi (KPT) agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Jumpa pers tersebut dilakukan sebagai tanggapan atas adanya OTT KPK terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono yang diduga menerima suap, atau menerima panjar sekitar 53 ribu dolar Singapura. Kini yang bersangkutan resmi ditahan KPK bersama seorang anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar.

Dalam jumpa pers itu juga dihadiri Hakim Agung Prof. Dr. Gayus Lumbuun, Ketua Dewan Pembina APPTHI Prof. Dr. Faisal Santiago dan para pengurus lainnya, Laksanto menambahkan, OTT terhadap KPT Manado tentu mempermalukan institusi Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Indonesia karena menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap peradilan.

Dengan demikian, tak ada jalan lain agar Ketua MA secara kesatria menyampaikan pertanggungjawabannya kepada publik, termasuk mengundurkan diri dari jabatannya guna memberikan pembelajaran yang berharga terhadap dunia peradilan di Indonesia.

Senada Laksanto, maka Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan, saat ini Ketua MA sering melangkahi para anggota hakim agung lainnya, khususnya dalam pengangkatan para ketua pengadilan tinggi.

"Peraturan Presiden No 13 Tahun 2015 sebagai penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya, antara lain menyebutkan, pimpinan Mahkamah Agung itu terdiri dari Ketua dan wakil ketua, termasuk ketua bidang pidana, perdata dan bidang lainya. Namun saat ini hal itu sering disimpangi atau diabaikan sehingga dalam pengangkatan KPT oleh Ketua MA cukup dominan," katanya seraya menambahkan, jika demikan mestinya ia mundur dari jabatannya.

Menurut Gayus, yang dilakukan Ketua MA saat ini ibarat "menggaruk tubuh badan yang tidak gatal." Artinya, kesalahan ditimpakan kepada pihak lain seperti Dirjen Peradilan Umum (Badilum).

"Hal itu tidak baik bagi kelangsungan manajemen MA dimasa depan, karena yang harus bertanggung jawab adalah ketua MA bukan dilimpahkan kepada Dirjen Badilum," katanya.

Sebagai hakim agung, katanya, mereka ini seolah hanya dijadikan "algojo" untuk menyelesaikan putusan yang menumpuk di pengadilan, tetapi jika terjadi kerusakan di tumbuh MA, semua anggota hakim agung tentu akan terkena getahnya.

"Itulah sebabnya, saya konsisten agar semua pimpinan di MA mengundurkan diri agar diisi oleh orang-orang yang mempunyai integritas lebih baik guna meningkatkan kepercayaan masyarakat," katanya.


Runtuhnya Benteng Terakhir

Prof. Dr. Faisal Santiago juga mengatakan, lembaga pengadilan khususnya Mahkamah Agung (MA) merupakan benteng terakhir untuk mencari keadilan oleh masyarakat. Bagaimana mungkin keadilan akan terwujud jika lembaga itu masih banyak borok, kurang transparan dan bahkan mengabaikan aturan perundang-undangan yang ada.

Dalam kaitan ini, kata Faisal, lembaga MA perlu dievalusi kinerjanya agar tidak terlihat "diktator minoritas" yakni semua keputusan seolah hanya bermuara kepada ketua MA.

"Apa yang disampaikan anggota hakim agung, Gayus tersebut cukup memprihatinkan jika semua keputusan strategis didominasi oleh satu orang yakni ketua MA," katanya.

Menjawab pertanyaan Faisal mengatakan, proses hukum silahkan jalan, tapi proses etikanya juga sebaiknya perlu dilakukan oleh lembaga yang berwenang yaitu Komisi Yudisal (KY) dan MA.

"Tidak ada pilihan lain bagi MA untuk melakukan evaluasi sebagai salah satu dasar untuk melakukan bersih-bersih di lingkungan internalnya dan badan peradilan yang ada di bawahnya," katanya.

Pewarta: Theo Yusuf Ms
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017