Dubai (ANTARA News) - Negara-negara kaya minyak dari Tripoli hingga Teheran semakin bergantung kepada sektor swasta sebagai dampak dari perubahan besar di Timur Tengah dan Afrika Utara, menurut sebuah laporan.

Nilai proyek kemitraan antara pemerintah dan swasta (PPP) di kawasan tersebut, mencakup proyek jaringan pipa, melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi 185 miliar dolar AS (setara Rp2,5 kuadriliun) dalam setahun terakhir, tulis Middle East Economic Digest yang berkantor di Dubai. 

Lonjakan itu terjadi saat pemerintah di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara kian gencar melibatkan sektor swasta dalam pendanaan, pembangunan dan pengoperasian proyek-proyek infrastruktur publik guna mengimbangi merosotnya pendapatan dari industri perminyakan sejak harga minyak mentah mulai turun pada pertengahan 2014.

"Kenaikan PPP dalam beberapa tahun terakhir merupakan salah satu pergeseran lingkup bisnis paling signifikan di Timur Tengah sejak nasionalisasi industri perminyakan pada awal 1970-an," menurut laporan itu. 

Kuwait menempati peringkat tertinggi dengan nilai total proyek bersama antara pemerintah dan swasta mencapai 44,4 miliar dolar AS, disusul Libya dengan 36 miliar dolar AS, Uni Emirat Arab dengan 27,6 miliar dolar AS dan Iran dengan 14,3 miliar dolar AS.

Jumlah tersebut belum termasuk investasi di sektor energi.

Laporan tersebut juga menyebutkan hampir dua pertiga dari proyek tersebut, bernilai sekitar 100 miliar AS, berada dalam tahap perencanaan dan diperkirakan akan diberikan dalam lima sampai enam tahun ke depan.

Negara-negara di seluruh kawasan itu, terutama di Teluk, telah kehilangan ratusan miliar dolar AS dari pendapatan minyak akibat turunnya harga minyak mentah, demikian AFP.

Penerjemah: Try Reza Essra
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017