Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, menghadiri peluncuran Patroli Udara Tiga Negara, antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina, sebagai kelanjutan kerja sama trilateral negara-negara itu, di Laut Sulu, yang digelar di Pangkalan Udara Subang, Malaysia, Kamis.

"Bentuk kerja sama ini nantinya juga akan diintegrasikan dengan patroli dan latihan darat menggunakan mekanisme yang sudah dikoordinasikan serta disusun sebelumnya," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.

Setelah hampir dua tahun para menteri pertahanan ketiga negara menentukan kebijakan yang dapat menjadi kesepakatan politik dalam menghadapi permasalahan kompleks di perairan Laut Sulu dan sekitarnya sejak awal 2016.

Pada akhirnya dicapai kesepakatan memulai kerja sama patroli maritim ketiga negara. Kesepakatan itu diawali dengan peresmian penggunaan Kendali Komando Maritim (MCC) dan peluncuran program TMP Indomalphi, di Tarakan, Kalimantan Utara, pada 19 Juni 2017.

Menurut Ryamizard, kegiatan itu juga akan menjadi satu model acuan yang komprehensif guna memberikan jaminan keamanan bagi pengguna lalu lintas seperti nelayan, transportasi serta eksplorasi kekayaan perairan di kawasan Laut Sulu.

"Kerja sama ini juga pada awalnya meniru konsep yang telah lebih dahulu berhasil mengurangi tindakan kejahatan laut secara dratis di Selat Malaka, yang didukung tiga negara pantai, yakni lndonesia, Malaysia dan Singapura," ujar dia.

Belakangan, ketiga negara itu melengkapi diri melalui program kerja sama Eyes in the Sky, dan kemudian Thailand menyatakan keinginannya bergabung dalam patroli pengamanan Selat Malaka. 

Upaya-upaya itu, kata dia, juga sangat terbukti efektif dalam memberikan jaminan keamanan terhadap pengguna jalur pelayaran Selat Malaka serta mencegah upaya internasionalisasi wilayah yang menjadi kepentingan bersama.

Tidak hanya itu, Ryacudu juga yakin, kerja sama regional semacam ini akan sangat berguna untuk mengantisipasi infiltran paham radikal yang mulai kembali ke negara masing-masing akibat medan pertempuran mereka sudah direbut pasukan pemerintah sah masing-masing. 

Contohnya adalah gelombang simpatisan ISIS dan manusia-manusia yang semula secara sukarela dan sadar bergabung dengan ISIS, yang ingin kembali ke negara asalnya setelah ISIS digulung di Irak dan Suriah. 

"Bagi Indonesia permasalahan yang terjadi di wilayah teritorial harus diatasi negara-negara yang berbatasan langsung," katanya.

Dengan memperhatikan hal tersebut, Indonesia berupaya mengembangkan perhatian dan komitmen dalam upaya memerangi kejahatan transnasional ini secara lebih komprehensif.

Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertahanan telah menginisiasi untuk melaksanakan kerjasama yang lebih intensif pada bidang pertukaran informasi dan kejahatan siber.

Terbukti dengan merujuk kepada aliran pendanaan teroris dan mode rekrutmen radikalis dengan menggunakan jaringan sosial seperti internet, twitter dan facebook, banyak generasi muda yang mengikuti dan mempelajari paham radikalisme melalui jarak jauh.

"Diharapkan upaya oleh pemerintah baik dalam sub regional maupun regional Asia Tenggara dapat menjadi modalitas yang memberikan arti positif bagi terciptanya rasa aman bagi rakyat dan pengguna lintas laut yang berada di kawasan tersebut," katanya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017