Kita masih perlu mendiskusikan ini dengan Menaker dan Menperin untuk menyikapi fenomena ini."
Washington (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan skema jaminan sosial baru berupa Universal Basic Income (UBI) yang dapat diberikan kepada penduduk kurang mampu secara merata masih menjadi bahan pertimbangan pemerintah.

"Kita masih perlu mendiskusikan ini dengan Menaker dan Menperin untuk menyikapi fenomena ini," kata Sri Mulyani saat ditemui pada sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-WB 2017 di Washington DC, AS, Kamis.

Sri Mulyani mengatakan skema pemberian subsidi uang tunai ini merupakan isu baru yang sedang dibahas di tingkat global karena bisa membantu masyarakat kurang mampu dengan tingkat pendapatan rendah untuk mengejar ketertinggalan.

Program ini hampir serupa dengan kebijakan Program Keluarga Harapan yang telah diterapkan oleh pemerintah untuk membantu rumah tangga miskin dan menekan tingkat kemiskinan.

"Ini terkait dengan social safety net secara umum, cash transfer itu dilakukan supaya mereka punya kemampuan. Persoalannya adalah desain, dan kita perlu untuk meningkatkan kapasitas untuk mendesain ini," ujarnya.

Selain itu, pertimbangan lainnya dari penerapan UBI ini adalah karena penggunaan teknologi di masa mendatang diperkirakan bisa menggantikan peran manusia dengan skill rendah, sehingga menimbulkan masalah penciptaan lapangan kerja.

"Kalau robot ini menghancurkan kesempatan kerja, maka apakah perlu diperkenalkan UBI. Ini adalah pemikiran relatif baru. Kita akan lihat, karena kita punya populasi besar dengan mayoritas demografi muda," ujarnya.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) menerbitkan publikasi "Fiscal Monitor" yang menyatakan bahwa kebijakan fiskal yang memadai dapat berperan besar dalam mengatasi masalah kesenjangan dan kemiskinan.

Kebijakan fiskal tersebut antara dengan menerapkan tarif pajak yang progresif, menerapkan pemberian subsidi uang tunai berupa Universal Basic Income (UBI) secara merata kepada penduduk kurang mampu dan memanfaatkan pajak untuk investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Khusus mengenai UBI, IMF mengingatkan bahwa skema fiskal ini tidak bisa diterapkan untuk negara dengan kapasitas pajak yang masih rendah dan negara tersebut membutuhkan pajak untuk investasi dalam bidang pendidikan serta kesehatan.

Meski penerapan UBI masih dalam kajian, Sri Mulyani memastikan dua rekomendasi IMF mengenai pajak progresif dan investasi dalam sektor pendidikan dan kesehatan telah dilaksanakan oleh pemerintah.

Pengenaan pajak progresif dengan penerapan tarif pajak tinggi kepada golongan mampu sudah dilaksanakan untuk mengurangi kemiskinan dan fokus pemerintah saat ini adalah mendorong efektivitas kebijakan fiskal tersebut.

Sedangkan, investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan telah ditegaskan melalui penetapan anggaran 20 persen untuk belanja pendidikan dan lima persen untuk belanja kesehatan dalam APBN.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017