Sinergi BUMN tetap menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi ..."
Kupang (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi DR James Adam menilai wajar saja apabila Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendominasi proyek-proyek berskala besar hingga yang kecil karena ada target laba, kontribusi meningkatkan penerimaan negara hingga tanggungjawab sosial perusahaan (CSR).

"Sikap ini dilakukan pihak BUMN bukan tanpa alasan target laba yang harus direalisasikan, kontribusi lebih kepada negara untuk meningkatkan penerimaan negara dan membantu membiayai kebutuhan pembangunan di berbagai sektor riil hingga tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) sehingga harus dimaklumi," katanya di Kupang, Jumat.

Mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Krisen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu mengemukakan hal tersebut terkait ungkapan Ketua Kamad Dagang dan Industri (Kadin) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai dominasi BUMN dalam proyek skala besar hingga kecil, termasuk yang seharusnya menjadi jatah UMKM.

Ia mengatakan dari aspek laba, Kementerian BUMN menargetkan laba 118 perusahaan milik negara pada tahun 2017 senilai Rp197 triliun atau tumbuh 20,1 persen dibanding laba tahun 2016 yang diproyeksikan mencapai Rp164 triliun.

"Pertumbuhan laba BUMN selama 2017 akan didorong sejumlah program strategis yang dijalankan korporasi. Sinergi BUMN tetap menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi usaha sehingga perusahaan lebih kompetitif tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga bisa bersaing di tingkat global," katanya.

Selain sinergi BUMN selama 2017 juga ditekankan pentingnya hilirasi kandungan lokal, pembangunan ekonomi daerah terpadu, dan kemandirian keuangan dan penciptaan nilai.

Dengan program strategis tersebut, ia menilai, pendapatan BUMN pada 2017 ditargetkan mencapai Rp2.116 triliun, naik 17,4 persen dibanding pendapatan 2016 senilai Rp1.802 triliun.

Bukan cuma itu, menurut dia, pemerintah selama ini juga telah banyak memberikan bantuan berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap BUMN, yang pada gilirannya juga harus berkontribusi lebih sebagai kompensasi dari pengeluaran dana PMN.

"Memang ada dana cadangan Rp40,2 triliun dalam RAPBN 2017 untuk belanja tak terduga dan sebagai cadangan untuk menjaga kondisi fiskal di 2017, namun banyaknya kebutuhan/pengeluaran negara tidak mungkin harus berharap penuh dari dana cadangan itu, tetapi perlu juga mencari dari pos lainnya," ujar James.

Apalagi, ia menyatakan, Rp40 triliun itu hasil pembahasan yang antara lain Rp21 triliun untuk tambahan biaya produktif dan anggaran darurat, kemudian Rp4,3 triliun untuk cadangan risiko fiskal.

Lalu, dikatakannya, ada Rp11 triliun dana cadangan di 2017 akan digunakan untuk menambah biaya subsidi. Biaya subsidi yang dimaksud meliputi subsidi elpiji hingga BBM.

"Kemudian, ada Rp11 triliun untuk melunasi sebagian kewajiban tunggakan subsidi kita," demikian James Adam.

Selama tahun 2017 total belanja barang modal (capex) seluruh BUMN diperkirakan mencapai Rp468 triliun, melonjak 57,6 persen dari sebelumnya Rp297 triliun, sedangkan belanja operasional (opex) sebesar Rp1.788 triliun dari Rp1.518 triliun.

Saat yang bersamaan, setoran dividen BUMN kepada APBN pada 2017 dipatok sebesar Rp41 triliun, naik 10,8 persen dari tahun 2016 sebesar Rp37 triliun, sedangkan setoran pajak 2017 mencapai Rp165 triliun, turun 1,2 persen dibanding pajak 2016 sebesar Rp167 triliun.

Kementerian BUMN menargetkan kontribusi perusahaan milik negara terhadap APBN pada 2019 akan mencapai Rp635 triliun, meningkat dari kontribusi BUMN tahun sebelumnyasekitar Rp217 triliun.

"Kontribusi BUMN meliputi setoran pajak dan dividen, akan terus meningkat sejalan dengan program restrukturisasi dan peningkatan kinerja perseroan," kata Deputi Kementerian BUMN Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha BUMN, Aloysius K. Ro, di Jakarta, Kamis.

Menurut Aloysius, meskipun masih harus menghadapi banyak tantangan, BUMN harus disiapkan mampu memberikan kontribusi cukup signifikan dalam perekonomian nasional dan penerimaan negara.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017