Jakarta (ANTARA News) - Aktivis penyelamat lingkungan yang tergabung dalam Komite Aksi Penyelamat Kotabaru (Kapak) meminta pemerintah pusat maupun daerah memerhatikan keselamatan Pulau Sebuku, Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), akibat pertambangan.

"Pulau (Sebuku) kecil itu jika dieksploitasi bisa tenggelam," kata Ketua Komite Aksi Penyelamat Kotabaru Kalsel Usman Pahero di Jakarta, Jumat.

Usman menjelaskan kondisi lingkungan Pulau Sebuku semakin buruk dengan indikasi terjadinya interupsi air laut ke daratan.

Usman mengungkapkan eksploitasi tambang batubara dan biji besi di Pulau Sebuku telah menimbulkan kerusakan lingkungan sejak 1990.

Bahkan Usman menyebutkan pertambangan tersebut memunculkan konflik antara warga setempat dengan perusahaan terkait pencemaran lingkungan dan kehilangan mata pencaharian.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel Hegar Wahyu Hidayat menuturkan aktivitas pertambangan di Pulau Sebuku tidak meningkatkan kesejahteraan warga sekitar.

"Mayoritas warga hidup dalam kemiskinan dan belum menikmati bidang pendidikan, kesehatan, listrik, serta air bersih," ujar Hegar.

Walhi menelusuri pertambangan batubara PT BCS berada di Kawasan Cagar Alam Selaf Sebukh berstatus pinjam pakai seluas 1.050 hektare dari total 18.000 hektare.

Padahal Menteri Pertanian menerbitkan Surat Keputusan Nomor : 827/Kpts/Um/9/1981 tertanggal 24 September 1981 perihal Kawasan Selat Laut, Teluk Kelumpang dan Selat Sebuku yang ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Cagar Alam dengan luas 66.650 hektare.

Selain itu, tiga perusahaan dari grup PT SILO juga beraktivitas menambang dengan luas garapan mencapai 8.000 hektare, serta satu perusahaan mengolah kelapa sawit.

Bahkan Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel Rahmadi Kurdi sempat menyampaikan Pemerintah Daerah Kotabaru harus meninjau ulang kembali perizinan eksploitasi sumber daya alam di wilayah Pulau Sebuku lantaran mengancam lingkungan.

(T.T014/M026)

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017