Denpasar (ANTARA News) - Kesigapan Pemerintah Provinsi Bali dalam menangani kebutuhan para pengungsi Gunung Agung mendapat apresiasi dan acungan jempol dari berbagai belahan penjuru dunia, karena seluruh "stakeholder" dilibatkan untuk bergotong royong membantu segala kebutuhan para pengungsi.

Sejak ditetapkan status Awas terhadap gunung tertinggi di Pulau Dewata itu, Pemerintah Provinsi Bali bersama para relawan dan donatur bergotong-royong membantu segala kebutuhan pengungsi dari Kabupaten Karangasem yang masuk dalam zona Kawasan Rawan Bencana (KRB).

Mulai dari kebutuhan makanan, minuman, obat-obatan, selimut, matras pengungsi, perlengkapan bayi, hingga MCK (mandi, cuci, kakus) pun disiapkan untuk pengungsi yang tersebar di Kabupaten Klungkung, Karangasem, dan Buleleng.

Hal ini dilakukan demi menyelamatkan jiwa para pengungsi dan juga rasa kemanusiaan dari semua pihak. Kepala Pelaksana BPBD Klungkung, I Putu Widiada mengatakan semua kebutuhan pengungsi telah terlayani dengan optimal, baik itu pengungsi di GOR Swecapura maupun pengungsi yang ada di banjar-banjar (dusun).

Dalam mengevakuasi pengungsi Gunung Agung di posko-posko yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Klungkung, BPBD tidak bekerja sendiri, namun dibantu "stakeholder" (pemangku kepentingan) dari TNI/Polri, Dinas Sosial, Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Tagana, PLN, PDAM, Dinas Pendidikan, relawan.

Tercatat jumlah pengungsi Gunung Agung yang ada di Kabupaten Klungkung hingga Minggu (15/10) mencapai 17.058 orang pengungsi yang tersebar pada tiga kecamatan dan Posko Pengungsian GOR Swecapura yang sudah diberi perhatian khusus oleh pemerintah daerah setempat karena berada dalam 28 desa yang masuk KRB.

Salah seorang pengungsi di GOR Swecapura, Klungkung, Nengah Asih (50), mengaku sangat diperhatikan pemerintah daerah dan para relawan di posko induk di wilayah itu, karena hal-hal kecil seperti fasilitas untuk mencuci pakaian pun sudah disiapkan oleh relawan yang senantiasa dengan tulus ikhlas membantu kebutuhan pengungsi.

Ketersediaan makanan dan minuman juga dirasa mencukupi selama berada di pengungsian, karena makanan yang disajikan masih memenuhi kebutuhan gizi mereka sehari-hari seperti nasi, sayur dan lauk ikan atau pun daging ayam yang rutin dijadwalkan sesuai jam makan yang telah ditentukan.

Dengan tulus ikhlas, para relawan yang bertugas di Dapur Umum setiap hari memasak untuk para pengungsi di GOR Swecapura yang tidak kenal lelah membungkus ribuan nasi yang kemudian diberikan kepada para pengungsi yang berada diposko pengungsi tersebut.

Para pengungsi yang yang ada di GOR Swecapura juga turut dilibatkan dalam membantu relawan setempat di Dapur Umum setempat.


Seperti Rumah Sendiri

Tidak hanya logistik, pelayanan kesehatan juga terus diberikan kepada pengungsi baik lansia, anak-anak maupun dewasa.

Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung juga telah memberikan imunisasi kepada anak-anak pengungsi agar mereka terhindar dari penyakit selama berada di posko pengungsian yang bersinggungan dengan banyak orang.

Ratusan anak pengungsi asal Kabupaten Karangasem yang berada masing-masing posko pengungsian di Kabupaten Klungkung juga telah diberikan imunisasi campak oleh Dinas Kesehatan setempat, agar kekebalan tubuh mereka lebih meningkat dan tetap terjaga.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes Klungkung, Dr Jaya Putra di Posko Kesehatan GOR Swecapura mengatakan, pemberian imunisasi ini merupakan hak setiap anak di Indonesia, termasuk pula hak dari anak-anak pengungsi Gunung Agung yang ada di Klungkung.

Dalam membantu pelayanan kesehatan kepada pengungsi Gunung Agung, Dinas Kesehatan Klungkung memerintahkan puskesmas terlibat langsung ke ratusan posko pengungsian untuk mendata dan sekaligus memberikan imunisasi campak kepada anak-anak pengungsian yang ada di wilayahnya.

Tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan kepada anak-anak, petugas kesehatan di posko-posko pengungsian juga sigap memeriksa kesehatan para lansia yang ada di tenda pengungsian. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan hidup para pengungsi agar lebih terjamin.

Hal ini tersebut diakui Wayan Ngateg (60), seorang pengungsi yang telah berusia lanjut mengaku sangat diperhatikan para relawan dan petugas kesehatan selama berada di pengungsian, sehingga posko pengungsian dirasakan seperti rumah sendiri.

Perhatian relawan dan petugas kesehatan dalam membantu segala kebutuhan para lansia antara lain memberikan minuman susu kepada pengungsi dan vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh mereka selama berada dipengungsian.

Sebanyak 24 petugas kesehatan di GOR Swecapura dan 60 orang petugas kesehatan di masing-masing puskesmas juga turut siaga memberikan pelayanan kesehatan kepada para pengungsi di posko induk itu. Mereka tidak segan-segan memberikan senyuman kepada pengungsi agar mereka tetap bersemangat berada di pengungsian.

Kesiapan seluruh komponen pemerintahan dan relawan dan para donatur untuk membantu para pengungsi Gunung Agung ini mendapat pujian dari semua pihak, karena masyarakat Bali bergotong-royong membantu para pengungsi yang tersebar pada sebagian daerah di Pulau Dewata.


Terapi Psikologis

Untuk meminimalkan dampak psikologis para pengungsi Gunung Agung selama di posko pengungsian, Kepolisian Daerah Bali mengerahkan petugasnya secara khusus untuk menghibur anak-anak agar mereka tidak mengalami trauma selama di pengungsian.

Anak-anak di Posko Pengungsian GOR Swecapura dengan sangat antusias mengikuti berbagai perlombaan yang dilakukan para polisi wanita dari Direktorat Lalu Lintas Polda Bali yang membuat lomba makan kerupuk, lomba lari kelereng, atraksi sulap dan memperkenalkan Dewi Zebra.

Upaya dilakukan para relawan dari kepolisian ini, menurut Kepala Sub Direktorat Penegakaan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Bali AKBP Andy Priastomoagar, agar anak-anak yang berada di pengungsian merasa nyaman selama berada di posko setempat, sehingga menekan trauma, bahkan mereka bisa ceria seperti berada di lingkungan rumahnya sendiri.

Tidak hanya memberikan terapi psikologi di Posko GOR Swecapura, para polisi wanita ini juga mendatangi tempat pengungsian lainnya dan terus berpindah-pindah ke sejumlah posko pengungsian yang ada di Tanah Ampo, Kecamatan Manggis, Selat, Rendang serta lokasi lainnya yang menjadi tempat pengungsian warga.

Kegiatan penanganan trauma para pengungsi itu sudah digelar sejak Selasa (26/9) dengan menggandeng sejumlah mahasiswa jurusan psikologi dari Universitas Udayana dan Universitas Dyana Pura Denpasar.

Terapi psikologis kepada anak-anak pengungsian yang dilakukan jajaran kepolisian ini mendapat apresiasi dari Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta. Apalagi, para pengungsi juga tidak berpangku tangan, karena mereka mengisi waktu dengan membuat kerajinan untuk menopang perekonomiannya.

Seorang pengungsi di Posko Griya Cucukan, Desa Selat, Kecamatan Klungkung, bernama Desak Ayu Sudiantini (35) yang berasal dari Desa Taman Darma, Kecamatan Selat, Karangasem mengaku selama mengungsi dirinya mengisi waktu luang dengan membuat kerajinan anyaman bambu untuk menumbuhkan ekonomi keluarga selama di tempat penampungan sementara.

Anyaman bambu yang dibuatnya itu dibeli oleh pengepul asal Kabupaten Bangli yang datang dua hari sekali ke pengungsian dengan harga jual perdua biji lumpian itu seharga Rp10 ribu. Dengan aktivitas menganyam bambu ini sedikit mengurangi rasa bosan dan tetap semangat mencari penghasilan meskipun tidak berada di rumah.

Hal senada diakui Dewa Komang Sudapertama yang juga tinggal di posko pengungsian Griya Cucukan. Ia mengaku selama dipengungsian juga melakukan aktivitas menganyam bambu untuk menambah pendapatan keluarganya selama di pengungsian.

Selain membuat anyaman bambu, ada juga pengungsi asal Dusun Wanasawah, Desa Muncan, Kabupaten Karangasem, bernama Nyoman Nadiarta yang membuat kerajinan memahat kayu yang juga sebagai bahan untuk membuat pilar rumah bermotif khas Bali.


Kepedulian Daerah Lain

Perhatian dan penanganan pengungsi Gunung Agung juga menjadi perhatian serius dari kabupaten lainnya, seperti Badung. Wakil Bupati Badung, Bali, I Ketut Suiasa, sempat mengunjungi dan memberikan bantuan kepada warga pengungsi Gunung Agung asal Kabupaten Karangasem yang berada di Kelurahan Kapal dan Desa Dalung.

Secara langsung, Suiasa memberikan bantuan sembako kepada pengungsi Gunung Agung yang ada di daerah itu yang terkumpul dari swadaya murni masyarakat Desa Adat Kapal. Orang nomor dua di Kabupaten Badung ini mengunjungi para pengungsi di dua tempat itu sebagai wujud kemanusiaan guna memantau warga "semeton" Karangasem dari sisi kesehatan, pendidikan dan aspek lain.

Bentuk perhatian Pemkab Badung untuk warga Karangasem ini sebagai wujud sinergitas, komunikasi serta koordinasi yang baik antara dua pemerintahan yang turut dibantu tim relawan dari perangkat desa/kelurahan yang juga sudah berjalan baik.

Komitmen Pemkab Badung membantu penanganan pengungsi Gunung Agung ini akan terus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh demi kemanusiaan. Untuk pelayanan kesehatan, ditegaskan tim Krama Badung Sehat (KBS) di masing-masing desa/kelurahan telah siap melakukan pemantauan kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan ke rumah-rumah (home care).

Di bidang sosial dan tenaga kerja, Pemkab Badung juga sudah siap memediasi, melalui aparat kelurahan, desa dan desa adat. Bilamana warga Karangasem mau bekerja sesuai potensi yang dimiliki. Untuk penampungan ternak, Kami sudah meminta masing-masing kecamatan untuk menyiapkan tempat/pos-pos untuk menampung ternak masyarakat.

Setiap desa/kelurahan sudah memiliki tim penanganan, yang setiap saat melakukan verifikasi data dan keluar-masuknya warga pengungsi asal Karangasem, sehingga tidak ada seorang warga pengungsi yang lepas dari pantauan pemerintah daerah.

Perhatian Pemerintah Kabupaten Badung kepada pengungsi Gunung Agung juga dibuktikan dengan menyerahkan bantuan uang tunai kepada Pemkab Karangasem sebesar Rp2,4 miliar untuk memenuhi segala kebutuhan para pengungsi di daerah setempat.

Tidak hanya Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng pun mengerahkan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Bencana Gunung Agung Kabupaten Buleleng untuk merelokasi pengungsi ke lokasi yang layak untuk pengungsi di sejumlah kecamatan di wilayahnya.

Relokasi pengungsi ini telah difokuskan ke gedung dan balai banjar untuk menghindari pengungsi mengalami sakit, karena di Buleleng akan memasuki musim hujan. Anggota Satgas Penanggulangan Bencana Gunung Agung, Made Arya Sukerta, mengaku relokasi itu sangat mendesak karena pengungsian sebelumnya berada di lapangan luas yang sangat tidak layak apabila hujan turun.

Agaknya, cara gotong royong yang ditunjukkan masyarakat dari beberapa kabupaten/kota serta kalangan pemerintah dan swasta di Bali untuk membantu para pengungsi merupakan cara terbaik mewujudkan kenyamanan agar mereka tidak seperti sedang mengungsi, namun mereka tetap terselamatkan dari zona kawasan rawan bencana (KRB).

Oleh I Made Surya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017