Manila (ANTARA News) - Pasukan Filipina menewaskan dua pemimpin aliansi militan dalam sebuah operasi di bagian selatan Kota Marawi pada Senin, kata menteri pertahanan, sebuah dorongan besar bagi pertarungan militer untuk menahan penyebaran ideologi radikal ISIS.

Isnilon Hapilon, "emir" yang didukung ISIS di Asia Tenggara, dan Omarkhayam Maute, satu dari dua saudara laki-laki terpelajar Timur Tengah yang memimpin milisi militan, terbunuh dalam sebuah operasi berdasarkan informasi dari sandera yang baru saja diselamatkan.

"Setelah rencana operasional mereka, mereka (tentara) bisa berangkat pagi ini ... mereka terbunuh," kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana kepada wartawan.

"Kami bisa mendapatkan kesaksian dari sandera. Dia bisa memastikan keberadaan Isnilon dan Maute di gedung itu. Itulah bangunan yang kita serang pagi ini," imbuhnya.

Kematian mereka kemenangan besar bagi militer, yang telah dikritik karena lamban dalam merebut kembali Marawi, satu-satunya kota mayoritas Muslim di negara itu, dan mudahnya bagi pemberontak mengepungnya pada 23 Mei.

Ratusan ribu orang Filipina telah mengungsi akibat pertempuran tersebut, yang menurut pihak berwenang telah menewaskan 813 pemberontak, 47 warga sipil dan 162 tentara. Tentara anak dan remaja termasuk di antara pejuang militan.

Pendudukan pemberontak di jantung Marawi telah menjadi krisis keamanan internal terbesar di Filipina selama bertahun-tahun yang warganya mayoritas beragama Katolik.

Pemimpin lain, Abdullah Maute, komandan militer kelompok tersebut, dilaporkan oleh tentara telah dibunuh pada Agustus, meskipun tidak ditemukan mayat untuk membuktikan kematiannya. Lorenzana mengatakan militer berusaha menemukan komandan pemberontak lainnya, seorang pengusaha Malaysia Mahmud Ahmad.

Para pemimpin tersebut menjadi pusat pemberontak yang mengumpulkan kembali, mempersenjatai kembali dan merekrut setelah bentrokan sebelumnya selama dua tahun terakhir dengan kelompok Maute.

Aliansi pemberontak Dawla Islamiya terdiri dari pejuang dari kelompok Maute dari faksi radikal Abu Sayyaf Hapilon, dan dibantu oleh orang asing dari negara-negara yang mencakup Malaysia, Indonesia, Singapura dan beberapa negara Timur Tengah.

Para ahli mengatakan orang asing telah berperan penting dalam merekrut gerakan tersebut, yang mengincar pemuda yang kehilangan hak pilih, demikian Reuters.

Penerjemah: Try Reza Essra
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017