Jakarta (ANTARA News) - Legenda tenis Indonesia kelahiran Jakarta 64 tahun yang lalu, Yustedjo Tarik, mengharapkan gubernur-wakil gubernur baru ibu kota, Anies Baswedan-Sandiaga Uno untuk lebih memperhatikan tenis dengan membangun fasilitas lapangannya.

"Jakarta sebagai ibu kota negara, aneh rasanya tidak memiliki lapangan tenis yang sesuai untuk penggodokan para pemain," kata Yustedjo di Jakarta, Senin.

Apa yang disampaikan oleh Yustedjo ini tidak lepas dari digusurnya area lapangan tenis di kompleks olahraga Gelora Bung Karno yang sebelumnya terdapat 21 lapangan yang terdiri atas satu lapangan dalam ruangan atau indoor, dua lapangan utama, serta 18 lapangan luar ruangan atau outdoor berlantai tanah liat dan tanah keras.

Sesuai dengan maket rencana renovasi stadion tenis Gelora Bung Karno yang rencananya dirampungkan pada Desember 2017, nantinya yang tersisa dari kompleks tenis hanyalah lapangan indoor dan centre court yang jumlah totalnya di bawah 10 lapangan.

"Sebagai ibu kota negara, malu saya rasanya kita tidak memiliki lapangan 10 saja di satu lokasi bagi olahraga yang sejarahnya mendapatkan emas di Asian Games cukup banyak ini, padahal kita sedang membangun proyek triliunan rupiah untuk ajang tersebut gimana bisa ciptakan pemain handal?," ujar Yustedjo yang semasa jayanya pernah menyumbangkan empat emas di dua edisi Asian Games (1978 dan 1982) tersebut.

Dia membandingkan negara-negara seperti China dan Jerman yang telah serius dalam memperhatikan persoalan pengadaan lapangan ini dengan membangun 24-48 lapangan dalam satu lokasi.

"Dengan begitu bagaimana tidak muncul pemain-pemain seperti Li Na dari China dan Alexander Sascha Zverev Jr. di Jerman yang jadi pemain top semua dan membanggakan negaranya juga," ucap legenda yang menyebut selalu bangga menyebut asalnya dari Sentiong, Jakarta Pusat tersebut.

Dalam klasemen abadi sejak tenis dimainkan di Asian Games III di Tokyo 1958, Indonesia berada di peringkat tiga dengan total meraih 15 medali emas yang hanya kalah dari Jepang (27 emas) dan Korea Selatan (16). Bahkan negara dengan tradisi kuat tenis, India, kalah dari Indonesia dengan hanya mengoleksi enam emas.

Di beberapa edisi Asian Games, kerap kali tenis menyumbang emas, bahkan pernah menjadi yang terbanyak untuk Merah Putih, melebihi cabang andalan bulu tangkis.

Seperti di Asian Games Bangkok 1966, kontingen Indonesia total meraih lima medali emas yang terdiri, dua dari badminton dan tiga dari tenis yang diraih oleh Lany Kaligis (tunggal putri), Lita Liem/Lany Kaligis (ganda putri), dan Lany Kaligis, Lita Liem, Mien Suhadi (beregu).

Tahun 1978 di Bangkok, Thailand, kontingen Indonesia menyumbangkan tiga emas melalui Atet Wijono (tunggal putra), Yustedjo Tarik/Hadiman (ganda putra) dan satu emas lainnya di beregu putra.

Tahun 1982 dalam Asian Games IX di New Delhi, India, bulu tangkis dan tenis berbagi peran seimbang untuk menyelamatkan muka Indonesia dengan masing-masing menyumbang dua emas.

Kala itu dua emas tenis Indonesia disumbang oleh Justedjo Tarik (tunggal putra) dan kuartet Justedjo Tarik, Hadiman, Tintus Arianto Wibowo, dan Wailan Walalangi (Beregu).

Di Asian Games 1990, tenis kembali menyumbangkan emas melalui Yayuk Basuki/Suzanna Wibowo dan ganda campuran Yayuk/Suharyadi yang membuat kontingen Garuda pulang dengan tiga emas di mana satu lagi dari pukulan-pukulan petinju Pino Bahari.

Tenis terakhir kali menyumbang emas di Asian Games 2002 di Busan melalui tim putri yang terdiri dari Angelique Widjaja, Wynne Prakusya, Liza Andriyani, dan Wukirasih Sawondari.

"Intinya kita ini sedang membutuhkan lapangan, meskipun sekarang ada banyak di hotel-hotel itu kan bisa saja berubah seiring waktu. Harus ada lapangan yang khusus untuk umum dan sesuai dengan kebutuhan menggodok para pemainnya," tutur Tedjo menambahkan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017