Nadi, Fiji (ANTARA News) - Perdana Menteri Fiji Vorege Bainimarama dan Menteri Urusan Internasional dan Pasifik Australia Concetta Fierravanti pada Rabu (18/10) menekankan pentingnya peran yang dimainkan oleh perempuan dalam penanganan masalah perubahan iklim.

Bainimarama berbicara mengenai kepemimpinan perempuan dalam diplomasi perubahan iklim dalam pertemuan dua-hari Pre-COP23, yang juga dikenal sebagai dialog tingkat menteri, di Denarau --satu pulau di dekat kota terbesar ketiga Fiji, Nadi. Ia mengatakan perempuan dan anak perempuan, keduanya, sangat rentan terhadap sebagian dampak paling buruk dari perubahan iklim dan penting bagi reaksi yang efektif.

Saat dunia mengalami peristiwa cuaca ekstrem, kenaikan permukaan air laut dan perubahan bagi pertanian akibat perubahan iklim, perempuan seringkat memiliki sumber daya sangat sedikit untuk menghadapi kondisi tersebut, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi. Dan itu dapat menjadi beban tambahan bagi kemiskinan dan kurangnya kesempatan yang sudah dihadapi oleh miliaran perempuan di seluruh dunia, kata Perdana Menteri tersebut.

Perempuan juga menjadi pelaku yang kuat bagi perubahan, katanya. Ia menambahkan, "Kita juga mengetahui bahwa ketika perempuan terwakili dengan baik, kemampuan mereka untuk berbagi ketrampilan dan pengetahuan memperkuat upaya bersama kita untuk menghadapi tantangan perubahan iklim."

Ia menyatakan bahwa hampir 50 persen delegasi Fiji ke Bonn terdiri atas perempuan, dan mereka tentu saja akan mendorong delegasi lain untuk menambah jumlah perempuan dalam delegasi mereka.

"Meningkatkan status perempuan adalah inti yang sangat penting dalam penanggulangan dampak perubahan iklim. Itu lah yang kami lakukan di Fiji. Dan itu lah yang harus kita lakukan di seluruh dunia," katanya.

Sementara itu, Menteri Australia Urusan Internasional dan Pasifik Concetta Fierravanti mengatakan keberhasilan pelaksanaan Kesepakatan Paris, yang bersejarah, tergantung atas keterlibatan efektif perempuan dan anak perempuan.

"Perempuan, sebagai pelaku perubahan, penting untuk mewujudkan pembangunan berkesinambungan dan peralihan ke dunia yang ulet terhadap iklim dengan buangan gas yang rendah. Kita mengetahui bahwa perempuan dan anak perempuan secara tidak seimbang terkena dampak perubahan iklim, terutama di negara berkembang," katanya.

Berdasarkan kecenderungan saat ini, perempuan takkan secara seimbang terwakili di dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim sampai 2040, di parlemen sampai 2065, dan takkan mencapai separuh pemimpin dunia sampai 2134, kata menteri itu.

(C003)

Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017