Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR, Mahyudin, mengatakan, bangsa Indonesia banyak membicarakan hal-hal yang njlimet (sulit) dan tidak substantif sehingga tanpa disadari di bidang pendidikannya telah tertinggal selama sekitar 45 tahun dari negara lain.

Kalau boleh meminjam bahasa anak muda, yang dibicarakan itu masih banyak yang "tidak penting". 

"Indonesia di usianya ke-72 tahun setelah merdeka saat ini, tapi di bidang pendidikan masih tertinggal 45 tahun dari negara lainnya. Ini tantangan besar yang harus dihadapi bangsa Indonesia, khususnya penyelenggara negara," kata Mahyudin, di Jakarta, Kamis.

Pada kesempatan itu, Mahyudin mengutip pidato Bung Karno pada rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 1 Juni 1945, bahwa untuk kemerdekaan tak perlu mengurus
masalah-masalah yang njlimet.

Menurut Mahyudin, Bung Karno mencontohkan, beberapa negara yang rakyatnya masih memprihatinkan tapi tetap memerdekakan diri sehingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1915.

"Salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya.

Namun, berdasarkan hasil survei lembaga internasional, kondisi Indonesia saat ini justru di bidang pendidikan tertinggal 45 tahun dari negara lainnya.

Wakil ketua Dewan Pakar Partai Golkar ini melihat, secara makro kondisi Indonesia saat ini lebih baik, tapi di beberapa daerah masih ada yang tertinggal.

"Masih ada anak-anak sekolah yang tak memakai sepatu dan masih ada daerah yang belum mendapat penerangan listrik. Ini tantangan bangsa Indonesia," katanya.

Menurut dia, Indonesia perlu waktu 45 tahun untuk mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan, dan bahkan perlu waktu 75 tahun untuk mengejak ketertinggalan di bidang teknologi.

Pada kesempatan tersebut, Mahyudin juga mengkritik sistem politik di Indonesia yang menerapkan pemilihan langsung Pilkada maupun Pemilu. "Pemilihan langsung tidak cocok dengan Pancasila, karena ada kelompok masyarakat yang tidak terwakili," katanya.

Padahal, kata dia, nilai-nilai luhur dalam Pancasila adalah musyawarah-mufakat.

Di bidang ekonomi, Indonesia mengarah kepada ekonomi liberal, padahal dalam Pancasila mengamanahkan ekonomi gotong-royong.

Karena itu, kata dia, Partai Golkar telah membuat cetak biru pembangunan 100 tahun Indonesia yakni hingga 2045 guna membentuk bangsa sejahtera.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017