Jangan menunggu berlarut-larut'. Itu yang saya ingat pesan Presiden Afghanistan."
Mataram (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menceritakan satu kisah di balik pembicaraannya dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani bagi para alumni Al-Azhar Indonesia, di Islamic Center, Mataran, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis

"Kemarin saya sampaikan waktu Emir Qatar datang ke Bogor, Sheikh Al-Thani berbincang-berbincang di beranda istana. Beliau terkaget-kaget, ketika saya sampaikan, 'Sheikh, Indonesia punya 17.000 pulau'. Dia katakan, 'Betul Presiden Jokowi?' 'Betul, tapi memang saya belum pernah hitung, karena masih ada 4.000 pulau yang belum diberi nama. Ini baru proses kita beri nama'," kata Presiden Jokowi.

Emir Qatar Sheikh Tamim bertemu Presiden Jokowi di Istana Bogor pada Rabu (18/10). Dan, Presiden berbagi kisah saat menutup Konferensi Internasional dan Multaqa IV Alumni Al-Azhar untuk Indonesia bertema "Moderasi Islam: Dimensi dan Orientasi".

Presiden Jokowi mengungkapkan, "Inilah anugerah Allah yang diberikan kepada kita bangsa Indonesia, betapa bangsa kita sangat majemuk sangat plural."

Selain itu, Presiden juga mengaku bahwa dalam setiap konferensi internasional yang dihadirinya, maka tidak lupa untuk menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk Islam terbesar di dunia.

"Setiap saya datang ke konferensi bertemu presiden, raja, kepala negara, pemerintahan, selalu saya sampaikan negara kita adalah negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. Di konferensi apapun! Karena, banyak kepala negara, kepala pemerintahan banyak yang tidak tahu Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia," ujar Presiden.

Presiden menyampaikan hal itu juga saat bertemu dengan Presiden Mesir, Emir Uni Emirat Arab (UEA) hingga Presiden Afganistan, Ashraf Ghani Ahmadzai.

"Presiden Afganistan Ashraf Ghani berpesan, 'Presiden Jokowi, hati-hati negara mu. Moderasi Islam sangat penting di negara mu. Membangun Islam moderat sangat penting karena negara mu sangat beragam sekali'."

Presiden pun mengungkapkan, "Toleransi sangat penting karena agama berbeda-beda, suku bermacam-macam. Beliau berpesan, yang selalu saya ingat dan ceritakan di mana-mana, 'Presiden Jokowi, kalau ada gesekan kecil segera selesaikan entah antar-individu, tetangga, kampung apalagi antarsuku. Hati-hati, segera selesaikan, Jangan menunggu berlarut-larut'. Itu yang saya ingat pesan Presiden Afghanistan."

Sementara itu, Ketua Alumni Al-Azhar untuk Indonesia Quraish Shihab mennyatakan bahwa kedatangan Presiden Jokowi ke acara tersebut, bahkan dimuat di koran terbesar di Mesir, tempat asal Al-Azhar.

"Al-Azhar adalah suatu institusi ilmiah dakwah yang selalu mengedepankan prisip wasatiah, prinsip moderasi, bukan hanya dalam pemikiran-pemikirannya, juga dalam praktik amalnya. Al-Azhar mengedepankan toleransi dan memahami teks-teks keagamaan," katanya.

Dalam deklarasi Al-Azhar pada Maret 2017, menurut Quraish, dinyatakan bahwa kewarganegaraan tanpa membedakan suku, agama, keyakinan adalah salah satu prinsip ajaran Islam.

"Karena itu, Al-Azhar menyatakan seluruh warga suatu negara harus bekerja sama tanpa harus menjadikan agama, ras, dalam kerja samanya. Dalam deklarasi dinyatakan non-muslim punya hak dan kewajiban yang sama dengan kaum muslimin dalam kedudukan mereka sebagai warga negara," ujar Quraish.

Hal tersebut juga masuk dalam muktamar alumni Al-Azhar Indonesia kali ini.

"Al-Azhar selalu mengimbau alumni di seluruh dunia selalu menghormati semua pendapat, walau tidak setuju pada suatu pendapat, karena menghormati suatu pendapat selama mencirikan kedamaian dan keamanan adalah kewajiban setiap orang dan menghormati pendapat tidak otomatis menyetujuinya," katanya.

Deklarasi juga telah disusun dengan hati-hati dan menekankan perlunya untuk berhati-hati dalam aneka fatwa.

"Bisa jadi terbaca di media-media yang sebenarnya lahir dari orang-orang yang tidak punya kemampuan dan wewenang memberi fatwa, agar kita semua berhati-hati menerima berita-berita yang sebenarnya pemberitaan palsu," demikian Quraish Shihab.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017