Baghdad (ANTARA News) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis, menyatakan keprihatinannya atas laporan pemindahan paksa warga, terutama orang Kurdi, dan penjarahan serta penghancuran rumah dan usaha mereka di Irak utara.

"Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak Pemerintah Irak mengambil tindakan untuk menghentikan setiap pelanggaran dan memastikan bahwa semua warga dilindungi dan bahwa pelaku kekerasan, penekanan dan pemindahan paksa warga diadili," kata Misi Bantuan PBB untuk Irak dalam pernyataan, lapor Reuters.

Sebelumnya, Irak mengeluarkan perintah penangkapan pada Rabu untuk ketua komisi referendum Kurdi dan dua pembantunya setelah mereka menggelar penentuan pendapat rakyat pada 25 September, yang memberikan dukungan besar kepada kemerdekaan Kurdi.

Penyelenggaraan referendum pada wilayah mandiri di Irak utara itu, yang dikendalikan Kurdi, menimbulkan kekhawatiran akan kemelut lebih luas. Turki dan Iran menentang referendum tersebut. Kedua negara itu memiliki jumlah penduduk Kurdi cukup besar.

Juru bicara Dewan Yudisial Irak mengatakan bahwa perintah penangkapan untuk Hendreen Mohammed dan pembantunya itu dikeluarkan oleh pengadilan Baghdad, dengan tuduhan bahwa mereka melanggar putusan pengadilan (Irak) yang menyatakan pemungutan suara kemerdekaan merupakan perbuatan yang tidak sah.

Pejabat kementerian kehakiman di Daerah Pemerintahan Kurdistan (KRG) menolak keputusan pengadilan Baghdad dan menganggapnya sebagai "keputusan yang terpancing secara politis" dan mengatakan bahwa peradilan KRG sendiri berkedudukan mandiri dari Baghdad.

Belum diketahui bagaimana Baghdad dapat melakukan penangkapan tersebut karena pasukan pemerintah pusat tidak memiliki kekuatan hukum di wilayah KRG.

Pemerintah pusat Irak telah mengambil tindakan berupa hukuman atas pemungutan suara kemerdekaan, menjatuhkan sanksi kepada bank-bank di wilayah Kurdi dan melarang penerbangan internasional ke wilayah tersebut.

Baghdad juga berusaha untuk memaksakan kendalinya atas operator telepon genggam yang beroperasi di wilayah Kurdistan dan memindahkan kantor pusatnya ke ibu kota untuk meningkatkan tekanan kepada otoritas KRG.

Sementara itu, Turki mendukung operasi Baghdad di Kirkuk, dan siap buat setiap jenis operasi terhadap Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Irak, kata Kementerian Luar Negeri Turki pada Senin (16/10).

"Turki secara seksama mengikuti semua langkah oleh Pemerintah Irak untuk menegakkan kembali kedaulatan konstitusional di Kirkuk," setelah referendum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Regional Kurdistan Irak (KRG), kata Kementerian tersebut dalam satu pernyataan tertulis.

"Kami menyambut pernyataan Pemerintah Irak bahwa kehadiran anggota PKK di Kirkuk takkan ditolerir dan pengerahan kelompok ini akan dipandang sebagai pernyataan perang," kata pernyataan itu.

Kementerian tersebut menekankan pentingnya bagi Turki untuk terikat pada perlindungan keutuhan wilayah dan persatuan politik Irak, demikian laporan Xinhua.

Turki, katanya, siap bagi setiap jenis operasi dengan Baghdad untuk menghentikan kehadiran PKK di wilayah Irak.

Dewan Keamanan Nasional Turki pada Senin juga mengatakan dalam satu pernyataan bahwa Dewan itu mendukung operasi Baghdad di Kirkuk.

Kedua pernyataan tersebut dikeluarkan saat Pemerintah Irak melancarkan serangan terhadap posisi KRG di Kirkuk. Dimulainya serangan itu mengakibatkan penarikan pasukan Peshmerga KRG dari sejumlah lokasi penting.

PKK, yang dimasukkan ke dalam daftar kelompok teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa, melanjutkan gerakan bersenjatanya --yang telah berlangsung 30 tahun-- terhadap Turki pada Juli 2015, setelah rujuk singkat.

(Uu.G003/B002)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017