Zurich (ANTARA News) - Permintaan suaka di Swiss turun sepertiga pada September, sehingga permintaan dalam sembilan bulan pertama di bawah 14.000, terendah sejak 2010, kata data pemerintah.

Penurunan jumlah calon pengungsi berusaha mencapai Eropa melalui laut Tengah sejak pertengahan Juli memainkan peran utama, kata Menteri Negara untuk Migrasi pada Kamis. Ia menambahkan bahwa Swiss juga bukan tujuan utama pengungsi itu, lapor Reuters.

Warga Eritrea tetap menjadi kelompok terbesar pencari suaka pada September, diikuti pendatang dari Suriah, Afghanistan, Sri Lanka dan Somalia.

Swiss bukan anggota Uni Eropa namun menerima beberapa pencari suaka, yang telah mencapai garis depan negara bagian Yunani dan Italia, untuk membantu meringankan beban mereka. Negara itu telah menerima sekitar 1.300 orang sejak program itu dimulai pada September 2015.

Pada pekan ini, Angkatan laut Tunisia mengangkat 26 lagi jenazah pengungsi Tunisia yang tenggelam ketika kapal mereka karam pada pekan lalu dalam peristiwa tabrakan dengan kapal angkatan laut, menambah korban tewas menjadi 34 orang.

Peristiwa tersebut memicu kemarahan di Tunisia, tempat keluarga dari beberapa korban berunjuk rasa di dua kota. Di kota Kebili, para pengunjuk rasa membakar sebuah gedung pemerintah setempat pada pekan lalu.

Pada Senin, angkatan laut menemukan delapan jenazah setelah tabrakan tersebut, di 54 kilometer dari lepas pantai, sementara 38 orang berhasil diselamatkan.

Angkatan laut menemukan 16 jenazah lagi pada Senin setelah mengangkat 10 lebih pada Minggu, kata seorang juru bicara angkatan laut.

Menurut kesaksian korban selamat, sekitar antara 70 orang dan 80 orang berada di kapal itu, kata Organisasi Internasional untuk Migrasi.

Jumlah pengungsi yang mencoba mencapai Italia dengan kapal melonjak dalam beberapa pekan belakangan, banyak dari mereka adalah kaum muda yang menganggur dan mencoba mengungsi untuk mencoba keluar dari kemiskinan.

Tunisia mendapat pujian atas proses demokratisasi sejak penggulingan mantan presiden Zine El-Abidine Ben Ali pada 2011, namun sayangnya banyak kaum muda saat ini kekurangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.

Konflik terkait nasib pengungsi juga membelit Belgia, Rwanda dan Burundi. Belgia dan Rwanda bekerjasama secara erat dengan rakyat yang berusaha melancarkan upaya kudeta 2015 di Burundi dan mempersenjatai pengungsi guna mengganggu keamanan Burundi, kata seorang pejabat senior Burundi pada Sabtu (14/10).

Therence Ntahiraja, Asisten Menteri Urusan Dalam Negeri Burundi, berbicara setelah satu demonstrasi yang dilancarkan oleh ribuan warga di jalan-jalan di Ibu Kota Burundi, Bujumbura.

Tujuan demonstrasi tersebut ialah mencela peran Rwanda dan Belgia dalam mendukung "perancang kudeta" dan mempersenjatai pengungsi yang tinggal di Tanzania dan Rwanda.

Hubungan Burundi dengan kedua negara tersebut memburuk sejak April 2015, ketika Presiden Burundi Pierre Nkurunziza memutuskan mencalonkan diri lagi untuk masa jabatan ketiga, yang bermasalah. Tindakan itu dipandang melanggar undang-undang dasar Burundi dan Kesepakatan Arusha 2000, yang mengakhiri perang saudara sesudah satu dasawarsa.

(Uu.G003/B002)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017