Jakarta (ANTARA News) - Perjalanan pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini cukup bervariasi, dibayangi sentimen positif-negatif yang beriringan baik dalam skala global maupun domestik.

Skala global, investor khawatir atas pelemahan ekonomi global hingga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan tingkat suku bunganya (Fed Fund Rate).

Dari dalam negeri, selain kegaduhan politik terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada), investor juga sempat cemas terhadap kondisi ekonomi makro Indonesia terutama melebarnya posisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Namun, keyakinan dan kepercayaan investor di pasar modal terhadap pemerintah yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia, investor cenderung mengabaikan berbagai sentimen negatif itu.

Fakta itu terlihat dari disematkannya peringkat layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional Standard & Poors (S&P) pada pertengahan tahun ini. S&P menaikan peringkat Indonesia dari BB+ (double B plus) menjadi BBB- (triple B minus).

Kenaikan peringkat itu seiring dua lembaga pemeringkat internasional lainnya, yakni Moody's Investors Service dan Fitch Ratings yang telah lebih dulu menyematkan peringkat layak investasi terhadap Indonesia.

Peringkat itu menunjukkan penilaian positif lembaga pemeringkatan internasional terhadap prospek dan kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Investment Grade juga menunjukan risiko gagal bayar utang pemerintah yang relatif rendah.

Situasi itu membuat investor semakin percaya diri dalam berinvestasi di dalam negeri, termasuk di pasar saham. Kinerja IHSG sulit terbendung, terus menguat hingga mencatatkan rekor baru ke level 5.951,48 pada 4 Oktober 2017. Kinerja pasar modal itu tidak lain merupakan kepercayaan investor, terutama lokal terhadap ekonomi Indonesia.

Tercatat, investasi dari investor lokal terus meningkat, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per September 2017 kepemilikan saham oleh investor lokal mencapai Rp1.695,76 triliun, dibandingkan 2016 lalu senilai Rp1.412,53 triliun.


Amnesti Pajak

Salah satu kebijakan pemerintah yang cukup berdampak positif bagi pasar modal domestik yakni amnesti pajak (tax amnesty) yang telah dilaksanakan oleh pemerintah yang dimulai pada 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menilai, salah satu hasil kebijakan Jokowi-JK yang memberikan dampak besar bagi pasar modal adalah program pengampunan pajak, mengingat pengaruh dari kebijakan itu cukup positif terhadap perkembangan ekonomi nasional yang di atas 5 persen.

"Amnesti pajak menjadi salah satu faktor yang mendorong peringkat utang Indonesia naik menjadi investment grade," katanya.

Dalam rangka mendukung program pemerintah itu, Bursa Efek Indonesia bersama PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka Layanan Terpadu Satu Atap Amnesti Pajak, yang diresmikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Layanan Terpadu Satu Atap Amnesti Pajak disediakan untuk memudahkan para wajib pajak dalam berkonsultasi seputar produk investasi pasar modal dengan gateway seperti perusahaan efek.

"Adanya program itu, membuat transparansi kepemilikan saham di pasar modal," ucapnya.

Di pasar modal, lanjut Tito Sulistio, kesuksesan amnesti pajak dapat dilihat dari kinerja IHSG yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data BEI, sejak awal tahun hingga 20 Oktober 2017 ini, IHSG mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,95 persen menjadi ke posisi 5.929,55 poin.

Selain itu, lanjut dia, inflasi di masa pemerintahan Jokowi-JK juga cukup terjaga berada pada batas bawah sasaran inflasi BI (inflation targeting framework) di 3-5 persen.


Infrastruktur

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat mengatakan bahwa konsistennya pemerintahan saat ini terhadap pembangunan infrastruktur turut direspon positif pelaku pasar modal.

"Membaiknya infrastruktur maka aktivitas ekonomi akan menggeliat, kondisi itu juga akan berdampak positif pada kinerja emiten. Kami optimistis pemerintah akan membenahi seluruh hal yang menghambat investasi baik langsung maupun melalui portofolio," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kontribusi pasar modal guna mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional, pihaknya sangat berkepentingan untuk mendorong dan mempercepat pemanfaatan regulasi pasar modal terkait infrastruktur secara lebih kongkret dan dalam jumlah atau nilai yang signifikan.

Ia mengemukakan bahwa prioritas jangka pendek perwujudan dukungan pasar modal untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur diantaranya, mendorong pemanfaatan pembiayaan infrastruktur salah satunya melalui instrumen Dana Investasi Infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK), Efek Beragun Aset (EBA) termasuk EBA Surat Partisipasi.

Selain itu, Dana Investasi Real Estate baik yang konvensional maupun Syariah, Reksa Dana Penyertaan Terbatas, Reksa Dana Target Waktu, Dana Investasi Multi Aset berbentuk KIK.

Kemudian, lanjut dia, OJK juga fokus pada upaya penerbitan dan penyempurnaan regulasi yang memungkinkan penerbitan instrumen-instrumen pasar modal baru seperti Perpetual Bonds, Infrastructure Bond dan Project Bond guna memfasilitasi pembiayaan pembangunan infrastruktur baik yang telah dalam taraf pengembangan (brown field projects) maupun yang masih dalam taraf awal pembangunan (green field projects).

Sejumlah katalis positif yang beredar di pasar saat ini harus dijaga sebaik-baiknya, dengan begitu harapan investasi di pasar modal pada tahun ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya dapat terwujud.

Oleh Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017