Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang uji materiil UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (PM), yang dinilai banyak kalangan mengkhianati kepentingan rakyat. Uji materiil diajukan oleh sebelas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), antara lain Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM (PBHI), Serikat Tani Nasional (STN), Walhi, dan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK). Pada sidang pertama di Gedung MK, Jakarta, Kamis, pemohon yang diwakili oleh Ecoline Situmorang dari PBHI menyatakan biaya eksternal yang ditimbulkan oleh penanaman modal selama ini, seperti ribuan konflik lahan, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan dan pemiskinan struktural, tidak sedikit pun menjadi rujukan penyusunan UU PM oleh Pemerintah dan DPR. Sebaliknya, UU PM, menurut pemohon, menyediakan beragam kemewahan bagi penanam modal asing demi mengundang investasi, mulai dari keringanan berbagai bentuk pajak, pemberian ijin Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 tahun, bebas memindahkan modalnya kapan saja, hingga terbebas dari masalah nasionalisasi. Dengan demikian, UU PM, menurut pemohon, telah melanggar konstitusi dan mengkhianati cita-cita pembangunan ekonomi nasional yang bersandar pada nilai-nilai kerakyatan atau ekonomi pancasila. Pemohon meminta agar UU yang dinilai mengabaikan keadilan distribusi pendapatan, sehingga memperlebar jurang kesenjangan antara yang kaya dan miskin itu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon menilai beberapa pasal dalam UU PM, di antaranya pasal 2, pasal 3 ayat 2, pasal 4 ayat 2, bertentangan dengan pasal 33 ayat 2, pasal 27 ayat 2, dan pasal 28C UUD 1945. Sidang panel pemeriksaan pendahuluan yang diketuai oleh Harjono menilai permohonan pemohon belum fokus dan meminta agar pemohon memperbaiki permohonannya. Majelis konstitusi menilai kedudukan hukum pemohon belum jelas dan belum menguraikan kerugian konstitusional mereka. Majelis memberi kesempatan selama dua pekan kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mengajukan permohonan uji materiil UU PM. Taufik Basari dari YLBHI mendaftarkan permohonan uji materiil itu ke panitera MK. YLBHI juga menilai beberapa pasal dalam UU PM bertentangan dengan UUD 1945 karena dinilai merugikan kepentingan ekonomi rakyat. Ia berharap permohonan uji materiil yang diajukan oleh YLBHI dapat disidangkan secara bersamaan dengan permohonan yang telah lebih dulu disidangkan.

Copyright © ANTARA 2007