Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan membuka kembali kasus pembantaian terhadap 116 orang yang dituding sebagai dukun santet di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1998. Anggota Komnas HAM, Andi Baso, di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa pihaknya akan mengirim beberapa orang ke Banyuwangi untuk mengumpulkan data-data kembali. "Insya Allah, satu atau dua pekan lagi kita akan ke sana untuk mengumpulkan data kembali. Prinsipnya, kita akan tindak lanjuti serius karena korbannya banyak," katanya. Baso mengatakan, dari data sementara yang didapati bahwa kasus yang ditengarai sebagai bagian dari operasi intelijen itu dapat dikategorikan pelanggaran HAM berat. Namun, Baso yang dikenal sebagai salah seorang pemikir muda Nahdlatul Ulama (NU) itu belum berani meyimpulkan terlalu jauh sebelum semua data dan fakta di lapangan berhasil dikumpulkan. "Kita juga sudah tahu nama-nama yang diduga sebagai aktor intelektual di balik pembantaian itu. Tapi, belum bisa saya sebutkan," katanya. Sebelumnya, tiga orang keluarga korban datang ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta, Jumat (9/11), meminta organisasi keagamaan itu mendesak pemerintah membuka kembali kasus yang telah mengendap hampir sepuluh tahun itu. Alasan meminta tolong PBNU adalah selain mereka sudah pernah mengadu ke Komnas HAM, sebagian besar yang menjadi korban adalah warga NU. Saat kasus itu mencuat pada 1998, sebagai induk organisasi, maka PBNU juga telah membentuk tim pencari fakta yang antara lain terdiri dari KH Said Aqil Siraj, Rozy Munir, dan Mustafa Zuhad Mughni. Said Aqil Siraj saat menerima keluarga korban di PBNU mengemukakan, data-data yang berhasil dikumpulkan timnya saat itu telah diserahkan ke sejumlah pihak, termasuk kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam)/Panglima Angkatan Bersenjata RI (ABRI) saat itu, Jenderal TNI Wiranto. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007