Surabaya (ANTARA News) - Seorang budayawan asal Ponorogo, Drs Sutejo MHum, mengemukakan bahwa pengakuan kesenian Reog oleh Malaysia sangat lemah karena faktanya, secara nasional maupun internasional seni itu sudah diakui berasal dari Ponorogo, Jatim. "Sederhana saja, coba cari tokoh-tokoh Reog di Malaysia, paling-plaing tidak ada. Kalau toh ada, mungkin mereka asalnya orang Jawa juga, yaitu Ponorogo," katanya kepada ANTARA saat berada di Surabaya, Kamis. Ia mengemukakan hal tersebut mengomentari kabar bahwa Reog Ponorogo diakui sebagai milik Malaysia dalam situs internet milik Kementerian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Sebelumnya lagu "Rasa Sayange" juga sempat diklaim milik negara jiran itu. Sutejo yang juga mahasiswa program sastra S-3 Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengemukakan bahwa kesenian Reog memiliki pijakan historis yang sangat panjang dan kuat di Ponorogo yang dibuktikan dengan banyaknya tokoh seni tersebut. "Di Ponorogo saat ini banyak tokoh Reog, seperti Warok, Gemblak dan Jathil yang saat ini bertebaran di mana-mana. Itu saja sudah menjadi bukti empiris bahwa Reog adalah seni khas Ponorogo," katanya. Namun demikian, ia mengakui bahwa bukti-bukti sejarah, baik yang tertulis maupun berupa benda-benda mengenai Reog sulit ditemukan atau bahkan tidak ada di Ponorogo. Bahkan Guru Besar Unesa, Prof Dr Setyo Yuwono Sudikan MA pernah menemukan bukti tertulis mengenai Reog di Leiden, Belanda. "Tetapi saya beberapa tahun yang lalu pernah mendampingi orang LIPI yang mengadakan penelitian Reog di Ponorogo. Saya kira dokumentasi penelitian di LIPI juga bisa menjadi data penguat bahwa Reog adalah milik Indonesia," katanya. Menurut dia, adanya beberapa kesenian milik Indonesia yang diakui Malaysia itu seharusnya menjadi pelajaran bagi masyarakat, khususnya pemerintah Indonesia, untuk menghargai kepemilikannya sendiri. "Pemerintah segera mempatenkan hak cipta semua kesenian, produk budaya dan lainnya yang betul-betul milik bangsa ini agar tidak diakui bangsa lain. Batik saja yang asli Indonesia juga sudah dipatenkan dan menjadi milik Malaysia kok," katanya. Sementara salah seorang pemain Barongan dalam seni Reog, Sutrisno mengaku sangat tidak setuju atau menolak pengakuan Malaysia atas seni yang dianggapnya sudah ada sejak jaman kerajaan Majapahit itu. "Saya sangat tidak terima kalau Malaysia mengaku-ngaku seperti itu. Kita yang terlibat dalam kesenian Reog dan pemerintah harus melakukan langkah-langkah agar Reog tidak diambil bangsa lain," kata Pembarong itu. Pembarong adalah personel yang biasa memainkan barongan yang berbentuk kepala singa dan berhiaskan bulu merak. Barongan itu dimainkan dengan disanggah menggunakan kekuatan gigi pemainnya. "Tidak sembarang orang bisa memainkan barongan itu karena harus mengandalkan kekuatan fisik dan batin. Kalau hanya mengandalkan fisik, selesai main, giginya bisa rontok atau mulutnya tidak bisa mingkem (menutup)," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007