Oleh I Ketut Sutika Denpasar (ANTARA News) - Hari keagamaan umat Hindu dalam beberapa pekan belakangan jatuh secara beruntun. Dalam bulan ini terdapat dua hari suci, yakni Hari Raya Saraswati, hari turunnya ilmu pengetahuan yang jatuh pada Sabtu (10/11), menyusul Hari Pagerwesi (meningkatkan keteguhan iman) yang dirayakan umat Hindu pada hari Rabu (14/11). Umat Hindu setelah merayakan kedua hari baik itu, kembali akan merayakan Hari Tumpek Landep, Sabtu (24/11), yang kali ini bertepatan dengan hari Purnama, untuk melakukan persembahan suci bagi segala jenis benda tajam seperti keris dan senjata pusaka. Demikian pula persembahan terhadap berbagai jenis alat produksi dan aset antara lain mesin, kendaraan atau benda-benda yang terbuat dari besi, tembaga, emas, perak dan benda-benda teknologi lainnya. "Tumpek Landep merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata atau peralatan dari bahan besi, logam, perak dan emas," tutur Ketua Program Studi Pemandu wisata Institut Hindu Dharma Indonesia (IHDN) Denpasar, Drs I Ketut Sumadi M.Par. Pria kelahiran Gianyar yang juga mahasiswa program doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas Udayana itu menambahkan, Tumpek Landep juga sebagai "pujawali" Betara Siwa yang berfungsi melebur dan "memralina" (memusnahkan) agar kembali ke asalnya. Melalui perayaan "Tumpek Landep" umat manusia diharapkan dapat lebih menajamkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) untuk kegiatan yang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia. "Tumpek Landep" salah satu hari yang cukup diistimewakan umat Hindu jatuh setiap 210 hari sekali. Kala itu masyarakat Bali menggelar kegiatan ritual yang khusus dipersembahkan untuk benda-benda dan teknologi, berkat jasanya yang telah mampu memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan hidup. Persembahan korban suci, menurut Ketut Sumadi, juga ditujukan untuk alat-alat pertanian seperti cangkul, sabit dan alat-alat pertanian lainnya bagi seseorang yang profesi sebagai petani. Demikian pula mobil, sepeda motor, sepeda angin, mesin-mesin, komputer, televisi, radio, pisau, keris, tombak dan berbagai jenis senjata, juga mendapat persembahan banten, rangkaian khusus kombinasi janur, bunga, buah dan aneka jajan. Mobil dan sepeda motor yang lalu-lalang di jalan raya pada hari Tumpek Landep juga mendapat perlakuan istimewa, diberi persembahan sesajen dan hiasan khusus dari janur yang disebut "ceniga", "sampian gangtung", dan "tamiang". Semua itu merupakan wujud puji syukur orang Bali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih, hingga tercipta benda-benda yang dapat mempermudah kehidupan manusia di dunia ini. Menurut Sumadi, teknologi canggih harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali, "Tri Hita Karana", hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, seluruh peralatan yang dipakai umat manusia untuk mengolah isi alam, khususnya peralatan yang mengandung unsur besi, baja, emas, atau perak, harus tetap dijaga kesuciannya. Dengan demikian selamanya diharapkan dapat digunakan dengan baik tanpa merusak alam. Orang yang bekerja sebagai petani misalnya, akan merawat dan menjaga alat-alat pertaniannya dengan baik, seperti bajak, cangkul, dan sabit. Sementara masyarakat yang bekerja sebagai pembuat berbagai peralatan dari bahan baku besi, baja, emas, perak (perajin) pun akan memelihara dan menjaga peralatannya. Vibrasi Kesucian Wisatawan mancanegara yang menikmati liburan di Pulau Dewata, ada di antaranya memiliki aura spiritual yang kuat, sehingga mereka bisa merasakan rangkaian ritual di Pulau Dewata. Termasuk Tumpek Landep menjadikan bumi Bali penuh memancarkan vibrasi kesucian, kedamaian dan kenyamanan. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Bali Drs I Gde Nurjaya, pelancong pun memuji tradisi penuh ritual ini sebagai kegiatan yang penuh spirit kemanusiaan dalam membangun manusia yang arif yang dapat memanfaatkan kemajuan iptek. Seirama dengan kemajuan itu, orang-orang Bali semakin banyak memiliki sarana kelengkapan rumah tangga yang terbuat dari besi maupun tembaga. Sarana perlengkapan itu antara lain mobil, sepeda motor, televisi, radio, dan jenis peralatan lainnya. Bagi mereka yang terjun dalam bisnis foto copy dan percetakan yang mengoperasikan berbagai mesin, juga melaksanakan upacara Tumpek Landep, dengan panjatan doa agar peralatan yang mereka gunakan lebih awet dan tidak segera rusak. "Kalau mobil-mobil mewah itu bisa berkomunikasi, tentu berharap dibeli oleh orang Bali, karena selain dirawat dengan baik, juga mendapat perlakuan khusus pada hari Tumpek Landep," ujar Nurjaya. Semua peralatan dari besi, termasuk mesin, harus terpelihara kesuciannya, dengan harapan tidak menimbulkan masalah bagi kehidupan umat manusia dan alam semesta. Perawatan dan pemeliharaan yang dimaksud, baik secara fisik, maupun niskala (gaib) dengan melaksanakan kegiatan ritual yang disebut upacara Tumpek Landep. Upacara tersebut dilaksanakan untuk memohon keselamatan kehadapan "Sang Hyang Pasupati", manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Dewa pencipta dan pemilik peralatan yang terbuat dari besi, perak, emas. Makna dari pelaksanaan upacara Tumpek Landep menurut Sumadi, ayah dari dua putra itu, adalah mengasah dan meningkatkan ketajaman pikiran, menjaga kesucian teknologi serta mohon kekuatan lahir batin agar manusia selamat dalam mengarungi "samudera kehidupan". Umat manusia hendaknya terus meningkatkan ketajaman dan kecerdasan akal serta pikiran dengan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Sebab dari semua makhluk yang dilahirkan ke dunia, hanya manusia yang dibekali kecerdasan akal dan pikiran. "Manfaatkanlah itu untuk membebaskan diri dari samsara atau penderitaan dan kelahiran berulang-ulang," ujar Sumadi seraya menjelaskan, secara teknis pelaksanaan upacara Tumpek Landep diuraikan dalam lontar Sundarigama, salah satu kitab ajaran agama Hindu. Adapun sesajen yang dipersembahkan pada hari Tumpek Landep terdiri atas tumpeng putih kuning selengkapnya dengan lauk sate, terasi merah, daun dan buah-buahan 29 tanding (kelompok) dihaturkan di sanggah/merajan (tempat suci)`. Persembahan kepada Sanghyang Pasupati berupa sebuah "Sesayut" Pasupati, sebuah "Sesayut Jayeng Perang", sebuah "Sesayut Kusumayudha", "Banten Suci", "Daksina, Peras, Ajuman, Canang Wangi, Reresik atau Pabersihan", yang semuanya terbuat dari rangkaian janur. Besar kecilnya upacara tersebut dilaksanakan sesuai kemampuan seseorang atau perusahaan. Biasanya perusahaan besar akan menambah upacara ini dengan membuat pesta masakan khas Bali. Oleh sebab itu tidak mengherankan, jika berbagai benda, termasuk mesin-mesin dan mobil pada hari Tumpek Landep dihias sedemikian rupa dengan berbagai ornamen "reringgitan" yang terbuat dari janur dan kain warna putih kuning. Mobil atau sepeda motor yang usai diupacarai biasanya tidak dilepas perhiasannya, sehingga saat melintas di jalan raya mobil itu tampak berbeda dengan hari-hari biasa. Warga masyarakat pun tampak lebih waspada di jalan, karena hari itu adalah hari istimewa bagi kendaraan kesayangannya. Jika makna universal Tumpek Landep itu bisa dihayati dan diamalkan oleh seluruh umat manusia di muka bumi, tentu tidak akan terjadi berbagai kerusakan lingkungan. Tentu sangat bagus jika spirit perdamaian dari upacara Tumpek Landep yang dilaksanakan umat Hindu di Bali terus didengungkan ke seluruh penjuru dunia dalam membangun kehidupan dunia global yang damai sejahtera, ujar Ketut Sumadi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007