Jakarta (ANTARA News) - Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusulkan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Joko Santoso kepada DPR sebagai calon Panglima TNI untuk menggantikan Marsekal TNI Joko Suyanto, maka pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang akan menjadi orang nomor satu di TNI AD. Djoko Santoso sendiri menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Panglima TNI di hadapan Komisi I DPR, Jakarta, Rabu. Namun hingga Senin lalu (3 Desember) TNI belum menentukan pengganti Jenderal Djoko Santoso sebagai kepala staf Angkatan Darat. "Kasad Djoko Santoso saja belum mengajukan nama kepada saya. Jadi, saya juga belum mengajukan ke Presiden," kata Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto dalam rapat kerja dengan Menhan Juwono Sudarsono dengan Komisi I DPR di Jakarta, Ia mengatakan ada enam orang perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang memiliki kualifikasi dan peluang sebagai kasad. Keenam perwira tinggi itu adalah antara lain Wakil Kasad Letjen Kornel Simbolon (Akademi Militer angkatan 1973), Komandan Pendidikan dan Latihan TNI AD (Kodiklatad) Letjen Bambang Darmono (1974), Sekretaris Menko Polhukam Letjen Agustadi Sasongko Purnomo (1974). Kemudian, Sekjen Departemen Pertahanan (Dephan) Letjen Sjafrie Sjamsoeddin, Kasum TNI Letjen Erwin Sudjono (1975) dan Panglima Kostrad Letjen George Toisutta lulusan Akademi Militer 1975. Letjen TNI Cornel Simbolon merupakan lulusan Akmil 1973. Pria kelahiran Juni 1951 itu akan memasuki masa purna tugas pada Juni 2008. Mantan Komandan Kodiklatad tersebut dilantik sebagai orang nomor dua di jajaran TNI AD pada 19 November 2007 Sebelumnya, Cornel yang pernah dianugerahi Bintang Dharma itu juga sempat dipercaya menjadi Asisten Operasi Kasad. Sementara itu, Letjen TNI Erwin Sudjono yang baru saja dilantik sebagai Kasum TNI adalah alumni Akmil 1975, dan akan memasuki masa pensiun pada Februari 2008. Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, itu menghabiskan sebagian besar pengabdiannya di Kostrad, yakni sejak 1976 hingga menjadi orang nomor satu di Kostrad pada 2006. Sebelumnya, Erwin juga sempat dipercaya sebagai Panglima Kodam VI/Tanjungpura, Komandan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI, Panglima Divisi II/Kostrad, Kepala Staf Divisi I/Kostrad dan Danmnetar pada 1998. Beberapa operasi militer pernah dijalaninya seperti Operasi Seroja pada 1976, Operasi Perdamaian PBB di Kamboja pada 1992 dan Operasi di Aceh pada 2003. Berkat pengabdiannya tersebut berbagai tanda jasa dan bintang penghargaan disandang Erwin. Erwin adalah salah seorang menantu "Legenda Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD, kini Komando Pasukan Khusus/Kopassus)" Jenderal (Purn), Sarwo Edhi Wibowo (kini almarhum). Hal itu sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Oleh karena itu, Erwin Sudjono tak heran disebut-sebut sebagai calon kuat untuk menduduki kursi Kasad. Apalagi, ia menempati posisi Pangkostrad ke Kasum TNI dalam waktu kurang dari setahun. Perwira tinggi TNI AD lainnya yang berpeluang menjadi Kasad adalah Komandan Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD (Kodiklatad) Letnan Jenderal TNI Bambang Darmono. Pria yang menanjak karirnya sejak menjadi Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Koopslihkam) di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan lulusan Akmil 1974. Bambang yang baru saja meraih promosi bintang tiga ini, akan memasuki masa purna tugas pada Februari 2008. Sedangkan, Panglima Kostrad Letjen TNI George Toisutta adalah alumni Akmil 1976. Di antara lima perwira lainnya, pria kelahiran 1 Juni 1953 itu memang masih lama menghabiskan pengabdiannya sebagai prajurit TNI. Pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, itu mengawali karir militernya sebagai Komandan peleton 1-Kipan-C Yonif-74/BS pada 1978. George yang menyelesaikan pendidikan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) pada 1992 sempat dipercaya sebagai Kepala Staf Divisi II/Kostrad, Kasdam Jaya pada 2003, Panglima Divisi I/Kostrad pada 2004, Panglima Kodam XVII/Trikora pada 2005 dan Panglima Kodam III/Siliwangi pada 2006. Figur lain yang berpeluang menjadi pemimpin Angkatan Darat adalah Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo. Mantan Panglima Kodam Jaya itu, kini dipercaya menjadi Sesmenko Polhukam. Lulusan Akmil 1974 itu mengawali karir militernya sebagai Komandan Peleton 3/A Yonif Linud 305/17/I/K, Komandan Kodim 0106/Aceh Tengah, Wakil Asisten Operasi Kasdam I/Bukit Barisan, Kasdam XVII/Trikora, Panglima Divisi II/Kostrad, dan Panglima Kodam XVI/Pattimura. Pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Agustus 1952 itu pernah mengikuti Operasi Seroja pada 1975, Operasi Pamungkas di Timor-Timur pada 1978, Operasi Kikis (Timtim) pada 1981, Operasi Kilat (Timtim) pada 1983, Operasi Jaring Merah di NAD (1991-1994) dan Operasi Nuri di Irian Jaya pada 2001. Penyandang Bintang Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akmil 1974, menjadikan sosok Agustadi sebagai salah satu perwira tinggi TNI AD yang patut dipertimbangkan untuk memimpin matra darat. Sosok lain yang santer pula dijagokan menjabat Kasad adalah Sesjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin. Kehadirannya sebagai salah satu kandidat, tak pelak menimbulkan pro-kontra mengingat sepak terjangnya saat kerusuhan melanda Jakarta pada Mei 1998, yang mengawali Era Reformasi di negeri ini. Kiprahnya sebagai Panglima Kodam Jaya saat itu, mau tidak mau menjadikan lulusan Akmil 1974 itu sebagai figur yang banyak mengundang kontroversi. Pria kelahiran 30 Oktober 1952 itu mengawali karir militernya sebagai Komandan Peleton Grup I Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, kini Kopassus). Mantan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI periode 2002-2005 itu juga pernah dipercaya menduduki jabatan Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) pada 1993, dan Komandan Korem 061/SK Kodam III/Siliwangi pada 1995. Satu tahun kemudian, pria asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu dipercaya menjabat Kepala Staf Garnisun Tetap I Ibukota, Kepala Staf Kodam Jaya dan pada 1997 menjadi Panglima Kodam Jaya. Meski dinilai memiliki jejak rekam (track record) kelam saat menjalankan tugas sebagai Pangdam Jaya, Sjafrie tetap tidak dapat dipandang sebelah mata untuk dapat meraih kursi Kasad periode mendatang. Beberapa jabatan strategis serta penugasan di berbagai medan operasi dan kedudukannya sebagai Sesjen Dephan sejak 16 April 2005, membuat Sjafrie dinilai sebagai sosok yang memiliki kematangan manajemen pertahanan lebih dibandingkan dengan lima perwira tinggi berbintang tiga lainnya yang berpeluang sebagai Kasad. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007