Jakarta (ANTARA News) - Pengamat intelejenm Suriptom menilai bahwa isi percakapan intensif di antara Pollycarpus Budihari Priyanto dengan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi PR, adalah bukti kunci untuk menguak tabir siapa yang bertanggung jawab di balik kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir. "Isi percakapan tersebut adalah bukti kunci adanya konspirasi di balik kematian Munir," kata Suripto di Jakarta, Senin. Kontak intensif antara Muchdi dan Pollycarpus tertuang dalam putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tanggal 20 Desember 2005. Kontak intensif tersebut berlangsung selama 41 kali sambungan telepon antara telepon seluler (ponsel) milik Muchdi dan nomor telepon rumah dan ponsel Pollycarpus. Isu keterlibatan BIN dalam pembunuhan Munir kembali mencuat akhir-akhir ini berdasarkan pengakuan salah seorang agen BIN, Budi Santoso. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya, Budi Santoso menyatakan, adanya hubungan dekat antara Pollycarpus dengan Muchdi PR. Suripto menyatakan, Kepolisian Negara RI (Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengaku bahwa tidak bisa melacak rekaman pembicaraan Muchdi dan Pollycarpus karena keterbatasan teknologi informasi. Namun, ia mengemukakan, seharusnya keterbatasan teknologi informasi tersebut tidak menghalangi pengungkapan secara tuntas terhadap kasus pembunuhan terhadap Munir yang berdasarkan otopsi tim dokter dari Belanda dinyatakan teracuni zat mematikan arsenikum. Munir tewas di pesawat Garuda Indonesia lintas Jakarta-Amsterdam (Belanda) setelah transit di Singapura. "Kita bisa minta bantuan FBI untuk mendapatkan rekaman percakapan tersebut," tutur Suripto. FBI yang dimaksudnya adalah Biro Penyidik Federal Amerika Serikat/AS (Federal Bureau Investigation). Suripto menilai, tanpa bukti isi percakapan itu, maka pengungkapan persekongkolan pembunuhan Munir akan memakan waktu berkepanjangan. Pernyataan senada juga dikemukakan pengamat intelijen Wawan H. Purwanto. Menurut Wawan, FBI sudah dilibatkan untuk mengusut kasus pembunuhan Munir, termasuk meneliti isi percakapan Muchdi PR dan Polly. Wawan mengungkapkan, sudah lebih dari enam bulan rekaman pembicaraan Polly dan Muchdi PR berada ditangan FBI. "FBI harus terbuka. Bukankah peralatannya sudah sedemikian canggih? Apa pun hasilnya harus diungkapkan ke publik yang sudah menunggu sedemikian lama," ujarnya. Dia juga mengatakan bahwa tanpa membuka isi percakapan, persidangan akan percuma karena hanya berputar-putar pada asumsi dan bukan bukti. "Ini hukum dan pijakannya harus bukti, bukan asumsi," ujarnya. Wawan menyatakan, persidangan kasus Munir selama ini memang berputar-putar pada asumsi karena ketiadaan bukti. Dia mencontohkan, kesaksian mantan Dirut Garuda, Indra Setyawan, yang mengaku mendapat surat dari Wakil Kepala BIN, M. As`ad, untuk menempatkan Pollycarpus sebagai sekuriti penerbangan Garuda yang ditumpangi Munir. Namun, tutur Wawan, Indra tidak bisa menunjukkan di mana surat tersebut. Pengakuan Indra yang menyatakan surat ditembuskan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang waktu itu dijabat Laksamana Sukardi juga dibantah Laksamana, yang menegaskan tidak tahu menahu surat tersebut. "Jadi kalau terus berputar pada asumsi seperti ini, persidangan tidak kunjung selesai," ujar Wawan. Wawan berpendapat, jika aparat penegak hukum tidak kunjung menemukan bukti, maka kasus Munir akan gelap sebagaimana kasus pembunuhan tokoh dunia lainnya, seperti pembunuhan Presiden AS John F. Kennedy, Presiden Mesir, Anwar Sadat, Perdana Menteri (PM) Israel, Yitzak Rabin, dan PM India, Indira Gandhi. (*) Foto ilustrasi: Munir

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008