Denpasar (ANTARA News) - Adegan yang berbau asmara atau yang ada kaitannya dengan masalah seksual, umumnya dilakukan orang secara sembunyi-sembunyi, bahkan mungkin di tempat yang cukup terpencil dan gelap. Namun, berbeda halnya dengan ratusan muda-mudi penduduk Banjar (Dusun) Kaja, Kelurahan Sesetan, Kota Denpasar, Bali, yang justru saling rangkul dan peluk cium dengan lawan jenis di jalan umum dan disaksikan orang banyak, Sabtu sore. Sekitar 300 perjaka dan perawan warga Banjar Kaja, tampak ambil bagian dalam tradisi peluk cium yang diberi nama "Med-medan", di bagian ruas Jalan Raya Sesetan, di bawah guyuran air hujan yang timbul "tenggelam". Tradisi yang digelar setiap tahun, yakni sehari setelah umat Hindu menuaikan tapa brapa penyepian menyambut tahun baru Saka 1930, tidak saja dibanjiri ribuan penonton dari sejumlah daerah di Pulau Dewata, tetapi juga para wisatawan mancanegara. Dengan kamera atau foto tustel yang dibawa, beberapa "bule" tampak berusaha mengambil gambar atas adegan yang cukup langka dan unik tersebut, meski mereka harus turut berdesakan dan sesekali kecipratan air yang disiramkan pihak penyelenggara. Atraksi yang hanya boleh dilakukan pria dan wanita yang masih berstatus perjaka dan perawan, serta khusus bagi warga dari Dusun Kaja tersebut, dimulai dengan pengelompokan para peserta. Peserta pria berkelompok dan berbaris di bagian utara jalan, sedang kelompok wanita berderet di selatan jalan, dengan jarak antara atau daerah renggang sekitar 25 meter. Dari dua arah tersebut, masing-masing kelompok yang sudah mengenakan kaos warna putih bertuliskan "Med-medan", mulai saling bergerak dan bertemu di tengah arena, yang di pingir kiri kanannya dipadati penonton dan panitia pengawas "pertandingan". Saat kedua kelompok saling bertemu itulah, mereka kemudian melakukan adegan peluk cium antarpasangan berlawanan jenis. Adegan "mesra" tersebut baru terhenti setelah pihak penyelenggara atau pengawas "pertandingan" menyiramkan air ke arena "Med-medan". Namun demikian, tampak pula ada sejumlah peserta yang bandel, mereka tetap "lengket" meski telah dua sampai tiga ember air disiramkan tepat di atas kepala "pasangan" tersebut. Kelian Banjar Kaja Sesetan I Wayan Sunarya mengatakan, tradisi yang sudah dimulai sejak ratusan tahun silan itu, setiap tahun harus digelar oleh warga di daerahnya. Pernah acara itu dilarang untuk dilakukan, yakni pada masa jaya-jayanya Orde Baru, ternyata sempat membawa bencana bagi warga di dusun tersebut, baik berupa sakit-sakitan atau musibah lainnya. "Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan muncul kembali di lingkungan warga kami itulah, `Med-medan` tetap harus diadakan setiap tahun, yakni sehari setelah Hari Suci Nyepi," ucapnya. Peserta yang boleh ambil bagian dalam kegiatan ini, hanyalah remaja yang berusia antara 17 hingga 30 tahun. Itupun, kata Sunarya, harus mereka yang betul-betul masih berstatus perjaka dan perawan. "Di luar itu, tidak dibenarkan. Demikian juga penduduk yang berasal dari luar Banjar Kaja, juga tidak boleh ambil bagian, kecuali hanya sekedar hadir untuk menonton," ujar Sunarya menjelaskan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008