Jakarta (ANTARA News) - Fraksi PKS DPR RI mengembalikan atau menyerahkan dana gratifikasi senilai sekitar Rp2 miliar yang dilaporkan anggota fraksinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Dana sebesar itu merupakan gratifikasi yang diterima Anggota PKS DPR sejak Desember 2005 hingga Januari 2008," kata Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddik di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Dana yang dikembalikan itu termasuk 38 ribu dolar AS dan 33 ribu dolar Singapura. Dana tersebut berasal dari mitra kerja Anggota Fraksi PKS DPR yang ada di berbagai komisi. Dia mengemukakan, besarnya dana gratifikasi itu menunjukkan bahwa praktik suap-menyuap di DPR seperti sudah biasa terjadi. Kasus suap-menyuap itu tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki interelasi antara DPR dengan pihak lain. Dia menjelaskan, dalam praktik suap-menyuap yang melibatkan anggota DPR kadang terjadi manipulasi-manipulasi. "Kadang-kadang namanya tercantum tetapi tidak terima (uangnya) atau diserahkan (diberikan) setengahnya," katanya. Fraksi PKS melarang anggotanya menerima gratifikasi atau dana yang sumbernya tidak jelas dan memiliki maksud tertentu. "Kami memiliki semua bukti pengembalian ke KPK," katanya. Dia mengemukakan, pengembalian dana sebesar itu dilakukan secara bertahap. Namun dilakukan sesegera mungkin begitu ada laporan dan pengembalian (penyerahan) dari anggota fraksi yang menerima gratifikasi. "Kami membangun kesadaran agar semua anggota fraksi melaporkan (gratifikasi) ke fraksi. Untuk selanjutnya dikembalikan ke KPK," katanya. Namun dia tidak menjamin 100 persen seluruh anggota PKS yang memperoleh gratifikasi kemudian melaporkannya kepada fraksi dan menyerahkan dananya. "Fraksi memang punya kontrol kuat terhadap pendapat anggotanya, tetapi tak punya kontrol kuat atas pendapatan anggotanya," kata Mahfudz. Hany saja dia yakin, semua anggota Fraksi PKS menaati arahan pimpinannya bahwa setiap gratifikasi harus dilaporkan dan diserahkan kepada fraksi untuk selanjutnya diserahkan kepada KPK. Dalam praktik pemberian gratifikasi itu, menurut dia, juga terdapat permainan atau pertarungan politik. Permainan itu termasuk terkait pencitraan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008