Ini memerlukan perangkat baru untuk menanganinya."
Perserikatan Bangsa-Bangsa (ANTARA News) - Mantan Perdana Menteri Selandia Baru, Helen Clarck, mengemukakan keinginannya berkampanye untuk pemilihan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan berjanji akan meningkatkan keterbukaan.

Clark, yang memimpin Program Pembangunan PBB, juga mengatakan akan menjadi perempuan pertama yang memimpin badan dunia itu.

Selandia Baru pada Senin (4/5) memasukkan surat permohonan untuk mencalonkan Helen Clark sebagai pengganti Sekjen PBB Ban Ki-moon kepada ketua Sidang Umum yang beranggotakan 193 orang.

Ban, mantan Menteri Luar Negeri Korea Selatan, akan mengakhiri jabatannya pada akhir 2016 setelah menjalani masa tugas selama dua periode lima tahunan.

Laki-laki sudah menduduki posisi puncak di PBB sejak badan itu dibentuk 70 tahun yang lalu sehingga kini ada dorongan kuat agar seorang perempuan bisa ikut dipilih.

"Saya mengikuti pemilihan dengan dasar kemampuan yang saya miliki dan berharap bahwa pada abad 21 ini diberikan kesetaraan antara pria dan wanita," kata Clark yang menjadi PM Selandia Baru antara 1999 hingga 2008, dalam wawancara dengan Reuters.

Sedikit-dikitnya 53 negara, dimotori oleh Kolombia, menghendaki Sekjen PBB perempuan sementara sejumlah lembaga swadaya masyarakat melakukan lobi-lobi agar perempuan bisa memimpin badan dunia itu.

Clark menghadapi tujuh calon, termasuk tiga orang perempuan, Kepala Organisasi Budaya PBB (UNESCO) Irina Bokova asal Bulgaria, mantan Menteri Luar Negeri Kroasia Vesna Pusic dan mantan Menlu Moldova, Natalia Gherman.

Kandidat lainnya adalah mantan Menlu Makedonia Srgjan Kerim, Menlu Montenegro Igor Luksic, mantan Presiden Slovenia Danilo Turk dan mantan Ketua Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Antonio Guterres yang juga mantan PM Portugis.

Lima belas angota Dewan Keamanan PBB termasuk pemegang veto, yaitu China, Rusia, Amerika Serikat, Inggris dan Prancis akan merekomendasikan seorang calon untuk pemilihan dalam Sidang Umum pada akhir tahun guna memilih pengganti Ban.

"Tantangan terbesar yang dihadapi PBB adalah perubahan alami dalam masalah-masalah perdamaian dan keamanan-- sesuatu yang bukan dituju dari pembentukan PBB," kata Clark.

Ia menimpali, "Ini memerlukan perangkat baru untuk menanganinya."

Sidang Umum akan mengadakan serangkaian pertemuan informal dengan semua calon pada pekan depan.

Selain itu, ia menyatakan, "Saya berasal dari Selandia Baru, kita hidup di kawasan yang sangat beragam, memiliki negara dengan keragaman yang besar, sehingga setiap usaha menyatukan perbedaan, menjembatani kesenjangan sudah ada di DNA saya."

Clark menyatakan bahwa keterbukaan sangat penting. Pada saat ditanya apakah dia akan membuat kebijakan informasi bebas di PBB, dia membenarkan: "Ya, saya ingin agar kebijakan tersebut diterapkan di seluruh organisasi."
(Uu.M007)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016