Keberatan telah disampaikan kepada Presiden melalui surat
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti draf perpres yang memuat tugas pokok dan fungsi Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, yang dinilai di luar batas kewenangan  dan memicu adanya pelanggaran HAM.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan perpres itu mengatur ruang lingkup terlalu luas, seperti meliputi tugas penangkapan, penindakan, dan pemulihan.

"Ternyata dalam draf perpres, plus dalam postur koopssusgab sekarang, koopssus itu menurut kami melampaui batas. Melampaui batas negara sebagai negara hukum dan berpotensi untuk melanggar HAM," ujar Choirul di kantornya di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.

Baca juga: KontraS ingatkan Koopssus lakukan operasi militer selain perang

Baca juga: Fahri ingatkan Koopsus TNI tidak masuk wilayah penegakan hukum

Baca juga: Anggota DPR: Koopssus TNI harus jadi pasukan andal berantas terorisme


Ia menilai perlu adanya aturan yang secara rinci mengenai situasi yang bisa melibatkan TNI dalam penanganan terorisme. Pada draf pasal 9 ayat 2 perpres tersebut, penindakan mengatasi aksi terorisme dilaksanakan dengan menggunakan strategi, taktik, dan teknik militer sesuai dengan doktrin TNI.

Masalah sumber pendanaan juga menjadi sorotan lain dari Komnas HAM dari draf perpres ini. Draf perpres pasal 17 menyebutkan bahwa mengatur sumber pendanaan untuk mengatasi aksi terorisme bersumber APBN, APBD, dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"Soal postur pendanaan, sejak awal pendanaan TNI itu hanya boleh dilakukan oleh APBN, APBD pun juga nggak boleh," kata Choirul.

Komnas HAM berencana untuk menyurati Presiden Joko Widodo mengenai keberatan mereka atas draf perpres yang mereka klaim bertabrakan dengan UU Terorisme dan UU TNI ini. Pihaknya juga mendorong presiden untuk mengkaji ulang serta merevisi draf tersebut sebelum ditandatangani dan disahkan.

"Jadi kami akan menyurati keberatan kami karena ancamannya ancaman keras. Ini bertabrakan dan bertentangan dengan UU TNI dan UU Terorisme sebagai UU pokok, yang sudah diatur di konstitusi. Ini tabrakannya banyak sekali, dan ini mengancam TNI kita menjadi tidak profesional," tutupnya.

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019