Kita tidak punya satu persepsi yang sama sehingga tidak bisa berunding. Kendalanya tidak punya persepsi yang sama diantara jajaran pengambil keputusan."
Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim menilai ada dua solusi untuk menguasai Wilayah Informasi Penerbangan (FIR) di Kepulauan Riau, salah satunya menyamakan persepsi terkait wilayah kedaulatan udara di Kepulauan Riau yang masih dikuasai Singapura.

"Kita tidak punya satu persepsi yang sama sehingga tidak bisa berunding. Kendalanya tidak punya persepsi yang sama diantara jajaran pengambil keputusan," kata Chappy dalam peluncuran dan diskusi buku karyanya bertajuk "FIR di Kepulauan Riau, Wilayah Udara Kedaulatan NKRI", di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Menlu sebut pertemuan Jokowi-Menlu Singapura tak bahas FIR

Baca juga: Indonesia upayakan ambil alih ruang kendali udara dari Singapura

Baca juga: Kemenhub: Masih dibutuhkan negosiasi soal FIR Singapura

Baca juga: Panglima TNI: Diupayakan ambilalih FIR dari Singapura

Baca juga: DPR minta pemerintah ambil alih FIR dari Singapura


Dia menilai harus disamakan persepsi bahwa FIR di Kepri merupakan wilayah kedaulatan NKRI yang harus dikelola sendiri bukan dikuasai Singapura.

Kedua menurut dia, dalam masalah wilayah kedaulatan udara yang dikuasai negara lain, bisa mencontoh kasus antara Kamboja dengan Thailand.

Dia mengatakan ketika Kamboja dianggap tidak punya kemampuan mengelola wilayah udara kedaulatannya, maka dikelola Thailand.

"Namun setelah Kamboja membangun kemampuannya, cukup diselesaikan Dirjen Perhubungan Udara Kamboja dan Thailand secara bilateral, prosesnya selesai dalam tiga tahun," ujarnya.

Dalam acara bedah buku tersebut, Ketua Dewan Penasihat Bali International Arbitration and Mediation Center (BIAMC), Ida Bagus Rahmadi Supancana mengatakan Indonesia memiliki kemampuan mengelola FIR sehingga tidak ada alasan untuk menunda-nunda lagi FIR di wilayah Kepri.

Dia menilai Indonesia harus cepat melakukan penguasaan FIR di Kepri karena berada di wilayah yang strategis khususnya dalam pertahanan dan keamanan negara.

"Karena wilayah ini adalah wilayah yang sangat strategis, apalagi di Natuna, kita buat pangkalan lalu ada Laut China Selatan. Dan saya melihat kemampuan Airnav bisa memonitor sampai 600-800m utara ke selatan jadi itu juga sangat strategis untuk kepentingan keamanan," katanya.

Dia menilai wilayah Natuna sangat strategis sehingga kontrol terhadap wilayah tersebut harus dilakukan sehingga harus mendapatkan kendali terhadap informasi penerbangan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019