Serang (ANTARA News) - Bunyi letusan Gunung Anak Krakatau (GAK), di perairan Selat Sunda, Provinsi Lampung, sepanjang Rabu, mulai meningkat hingga terdengar di pesisir pantai Anyer dan Carita. "Hari ini bunyi ledakan Anak Gunung Krakatau mencapai 13 kali, dibandingkan hari sebelumnya hanya tiga sampai empat kali suara dentuman. Suara ledakan itu begitu keras," kata Kepala Pos Pemantauan Anton Tripambudi di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Rabu malam. Menurut dia, kerasnya suara ledakan Anak Krakatau tidak menimbulkan getaran di daratan yang mengakibatkan terjadi kerusakan rumah atau hotel. Ledakan ini, ujar dia, sehubungan meningkatnya frekuensi letusan dan kegempaan sejak ditetapkan status siaga level III, Senin (21/4) oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung. Letusan dan kegempaan itu, ujar dia, disebabkan adanya pembesaran lubang kawah baru di lokasi kawasan bukit selatan gunung. Bahkan, kemunculan letusan dan kegempaan vulkanik dengan interval tiga sampai enam menit. Data di Pos Pemantauan Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Rabu (28/4) pukul 00.00 sampai 18.00 WIB, petugas mencatat kegempaan 713 kali, yakni vulkanik A (Dalam) sebanyak 88 kali, vulkanik B (Dangkal) 122 kali, letusan 153 kali, tremor 26 kali dan hembusan sebanyak 324 kali. "Memang, sepanjang hari Rabu (30/4) letusan dan kegempaan Anak Krakatau meningkat dibandingkan Selasa (29/4) yang hanya 698 kali,"kata dia. Oleh karena itu,lanjut dia, dengan adanya peningkatan letusan dan kegempaan Anak Gunung Krakatau diminta nelayan serta pengunjung tidak diperbolehkan untuk mendekati titik kawasan bukit selatan gunung. "Kami sendiri saat memantau di lapangan, Selasa (29/4) hanya radius kejauhan tiga kilo meter dari titik letusan yang berlokasi di kawasan bukit selatan gunung,"katanya. Ia mengatakan, sebelum diturunkan menjadi status waspada pihaknya tetap melarang pengunjung atau nelayan untuk mendekati Anak Krakatau karena berbahaya akan terkena lontaran bebatuan pijar serta bola api. Sebab, letusan dan kegempaan tahun 2001 lalu memakan korban jiwa yakni warga kebangsaan Perancis. "Kasus ini jangan sampai terulang kembali memakan korban jiwa," katanya mengingatkan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008