Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Udayana Jimmy Usfunan menyebutkan terdapat beberapa masalah, yang mengakibatkan perlu dihidupkannya kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Ada beberapa permasalahan yang memerlukan GBHN ke depan," ujar Jimmy melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa.

Permasalahan pertama adalah pada saat ini Indonesia tidak memiliki perencanaan pembangunan nasional secara menyeluruh yang meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudisial serta pemerintah daerah.

"Padahal, pembangunan negara tidak dapat dilaksanakan secara parsial, karena akan berpotensi pada konflik kewenangan antara lembaga negara dalam mengimplementasikan tugasnya, begitu pula dengan pembangunan yang tidak sinkron," jelas Jimmy.

Permasalahan lain yang dikatakan Jimmy adalah adanya pembangunan nasional selama ini dilakukan secara tidak berkelanjutan, dikarenakan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sangat dimungkinkan berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) atau RPJMN sebelumnya.

Begitu juga di level daerah Provinsi maupun Kabupaten atau Kota dikatakan Jimmy juga tidak menutup kemungkinan terjadi pembangunan yang tidak sinkron.

"Karena keengganan dari pemimpin negara atau daerah, untuk menindaklanjuti program-program pembangunan sebelumnya," tambah Jimmy.

Selain itu adanya perbedaan warna warni politik antara kepala pemerintahan, kepala daerah provinsi, dan kepala daerah kabupaten kota, menjadikan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara tidak sinkron dengan pemerintah pusat.

"Bayangkan saja, dengan kondisi Indonesia saat ini ada 415 Kabupaten, 93 Kota dan 34 Provinsi di Indonesia," ujar Jimmy.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019