Medan (ANTARA) - Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan tingkat partisipasi sekolah di Indonesia tinggi, namun kualitas pendidikan masih sangat rendah.

"Berdasarkan skor PISA 2015, kemampuan matematika, membaca, dan sains pelajar Indonesia tertinggal jauh dari negara tetangga dan rata-rata negara OECD," kata Bambang dalam pengarahannya pada pembukaan Konsultasi Regional Wilayah Sumatera Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024, di Medan, Selasa.

Akibatnya, menurut dia, keahlian dasar tenaga kerja di Indonesia sangat rendah. Sebagai perbandingan, keahlian tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi di Indonesia setara keahlian tenaga kerja lulusan SMA ke bawah di Denmark.

"Berdasarkan hasil historis PISA, peningkatan kualitas pendidikan Indonesia sangat lambat. Peningkatan skor PISA setiap pelajar menjadi rata-rata 420 atau setara Thailand saat ini akan meningkatkan 0,6 persen," ujarnya.

Ia mengatakan, meskipun mengalami perbaikan signifikan seperti peningkatan usia harapan hidup, beberapa capaian indikator kesehatan Indonesia masih rendah dan tertinggal dibandingkan negara sebanding. Hal ini berpengaruh pada produktivitas tenaga kerja dalam jangka panjang.

Lebih lanjut dikatakannya, tiga dari 10 anak di bawah usia 5 tahun menderita stunting, 23 dari 100 remaja laki-laki usia 13-15 tahun merokok dan hanya 75 dari 100 anak Indonesia mendapat imunisasi campak.  Sebanyak 26 dari 100 kematian penduduk usia 30-70 tahun disebabkan oleh empat penyakit tidak menular, yakni kanker, diabetes, kardiovaskular (CVD), atau pernafasan kronis (CRD).

"Fasilitas kesehatan Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan dengan Malaysia, Vietnam, dan China. Akses air minum dan sanitasi yang masih rendah, masing-masing 61,29 persen dan 69,27 persen menjadi salah satu penyebab stunting," ucap dia.

Bambang mengatakan, permasalahan bidang tenaga kerja, investasi, dan perdagangan di Indonesia berakar dari lemahnya tata kelola pemerintahan dan institusi.

"Perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah tidak sinkron, misalnya pembangunan pelabuhan yang tidak disertai perbaikan akses jalan dari dan menuju pelabuhan. Korupsi dan birokrasi yang tidak efisien dianggap sebagai faktor paling bermasalah dalam berbisnis di Indonesia," ujarnya

Perencanaan dan penganggaran kurang sinkron, serta implementasi kebijakan kurang kuat, Kualitas jalan di daerah yang buruk karena beda kewenangan pembangunan jalan (pusat, provinsi, kabupaten/kota).

"Selain isu regulasi dan institusi, aspek Sumber Daya Manusia (SDM) perlu diperbaiki mulai dari sekarang untuk memastikan pertumbuhan ekonomi jangka menengah panjang," katanya.

Kegiatan Konsultasi Regional Wilayah Sumatera Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024, dihadiri perwakilan dari Pemprov Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Aceh, Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Lampung, dan Provinsi Bengkulu.

Baca juga: Bappenas: stunting bisa akibatkan bonus demografi sia-sia

Baca juga: Pemerintah optimistis turunkan angka stunting di bawah 20 persen

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019