Jakarta (ANTARA News) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sejak berdiri pada 20 April 1998 - saat itu bernama Partai Keadilan - terkenal sebagai organisasi politik yang mampu mengerahkan massa dalam jumlah besar dalam kegiatannya, seperti dalam berbagai unjuk rasa atau mobilitas publik lainnya. Tak terkecuali dalam acara tasyakuran milad atau HUT ke-10 PKS di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (4/5). Stadion yang berkapasitas 88 ribu tempat duduk tak mampu menampung kader dan simpatisan yang sebagian datang bersama anak-anak mereka. Mereka seakan sedang merayakan sebuah kemenangan. Pada acara yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, misalnya, Ketua Majelis Syura PKS KH Hilmy Aminuddin antara lain mengatakan kemenangan calon-calon yang didukung PKS dalam 90 dari sekitar 150 pemilihan kepala daerah yang telah berlangsung patut disyukuri. Berbeda dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang "dirundung malang" akibat dualisme kepemimpinan antara Muhaimin Iskandar dan Ali Masjkur Musa, PKS ingin membuktikan sebagai kendaraan politik yang solid untuk memenangi Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009. Milad ke-10 PKS di Gelora Bung Karno itu sekaligus mencanangkan tekad untuk memenangi Pemilu mendatang. Presiden PKS Tifatul Sembiring pada milad itu menyerukan seluruh kader dan simpatisan PKS untuk merapatkan barisan dan mengkonsolidasikan organisasi meraih kemenangan pada Pemilu mendatang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa kampanye pada bulan Juli 2008, sehingga PKS harus bekerja keras mengkonsolidasikan organisasi untuk mencapai kemenangan, katanya. Dua kemenangan dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara baru-baru ini merupakan dorongan yang kuat bagi akselerasi semangat PKS menjalankan mesin politiknya. Apalagi PKS berhasil menggusur banyak partai lain - termasuk dua partai besar yakni Partai Golkar dan PDI Perjuangan - dalam pemilihan di dua provinsi utama di Indonesia, yaitu Jawa Barat dan Sumatera Utara, dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008-2013. Kemenangan PKS di Jawa Barat yang merupakan provinsi berpenduduk terpadat di Pulau Jawa dan di Sumatera Utara yang menjadi provinsi barometer politik di Pulau Sumatera sekaligus menjadi modal menghadapi pemilihan serupa di Riau (5/8), Sumatera Selatan (4/9), Lampung (3/9), Jawa Tengah (22/6), Jawa Timur (23/7), Bali (9/7), NTB (7/7), NTT (2/6), Kaltim (25/6), dan Maluku (9/7) pada tahun 2008 ini. Bila dalam pemilihan kepala daerah di tingkat provinsi itu, termasuk berbagai pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota lain, calon-calon yang didukung PKS menang maka gerbang kemenangan PKS dalam Pemilu 2009 pun semakin terbuka lebar. Pada Pemilu 1999 secara nasional PKS mencapai urutan ketujuh dan pada Pemilu 2004 naik menjadi peringkat kelima. Pada Pemilu 2009, PKS menargetkan menang dalam pemilu atau setidaknya memperoleh 20 persen suara. Data potensial pemilih pemilu (DP4) yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru-baru ini berjumlah 154.741.787 jiwa. Bila data itu dijadikan asumsi jumlah pemilih yang memberikan suara pada Pemilu Legislatif 2009, PKS perlu mendapatkan dukungan sekitar 30,9 juta suara pemilih untuk memenuhi target 20 persen suara. Terlalu dini Keyakinan bahwa PKS dapat memenangkan Pemilu 2009 hanya berdasarkan kemenangan dalam pemilihan kepala daerah di Jabar dan Sumut dinilai seorang pengamat terlalu dini. "Terlalu dini dan kurang tawadhu (rendah hati) kalau PKS yakin menang dalam Pilpres hanya karena memenangkan Pilkada Jabar dan Sumut," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari. Qodari mengatakan keyakinan seperti itu mesti menunggu kinerja PKS di berbagai pemilihan kepala daerah lain yang akan digelar pada tahun 2008. Qodari menilai kemenangan pasangan calon yang didukung PKS pada pemilihan kepala daerah di Jabar dan Sumut merupakan kebetulan atau "trend" (kecenderungan) pemilih di dua provinsi itu yang menginginkan alternatif calon lain. Untuk memenangkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, menurut Qodari, selain mesin partai sebagai faktor penting dalam mengupayakan perolehan suara pemilih sebanyak-banyaknya, variabel utama pemenangan dalam pemilihan itu adalah figur. Muhammad Qodari yang dikenal sebagai pengamat politik yang kerap meneliti dan menganalisis dinamika partai-partai politik Islam itu mengatakan figur Hidayat Nurwahid dan Tifatul Sembiring masih terbatas. "Kalau mau harus bergandengan dengan tokoh yang sudah sangat populer," kata pria yang pernah menulis artikel berjudul "Mencari Wajah Baru PKS" yang dipublikasikan sebuah koran nasional terkemuka saat PKS menggelar musyawarah kerja nasional di Bali 1-3 Februari 2008 itu. Sementara pengamat lain berpendapat partai politik sekuler atau yang tidak berbasis agama diperkirakan akan menjadi pilihan favorit publik pada Pemilu 2009. "Sementara dukungan pada partai Islam menurun signifikan dibanding pada Pemilu 2004," kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry saat mengumumkan hasil survei baru-baru ini. Survei dilaksanakan Januari-Februari 2008 di 33 provinsi di Indonesia. Total responden dalam survei tersebut adalah 2.178 orang dengan "margin of error" +2,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Survei dilakukan dengan metode penarikan sampel "multistage random sampling". Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. LSN memprediksi Partai Golkar akan tetap keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 2009. Hasil survei menunjukkan 15,9 persen responden menyatakan akan memilih Partai Golkar. Responden yang menyatakan akan memilih PDI Perjuangan sebesar 13,9 persen disusul yang akan memilih Partai Demokrat sebesar 8,9 persen. Sedangkan partai-partai yang berbasis agama seperti PKS hanya dipilih oleh 3,9 persen responden disusul PKB 3,2 persen, PPP 2,8 persen, dan PAN 2,3 persen. Mengacu pada hasil survei itu, menurut Umar, partai-partai sekuler yang diwakili Partai Golkar, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat diduga akan mendominasi hasil pemilu 2009. Dengan demikian, kata Sekjen Asosiasi Riset Opini Publik (Asropi) itu, kecenderungan preferensi publik terhadap partai politik tidak berubah. Kendati demikian, lanjut Umar, peta tersebut bisa saja berubah sebab terdapat 47,5 persen responden yang belum menentukan pilihan. "Berbagai kemungkinan masih bisa terjadi. Artinya, peluang bagi partai-partai berbasis agama untuk memperbaiki diri sehingga dapat mendongkrak perolehan suara dalam pemilu 2009 nanti masih terbuka lebar," katanya. Pandangan sejumlah pengamat itu berbeda dengan pandangan politisi. Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso misalnya memperkirakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bisa mencapai nomor tiga dalam perolehan suara Pemilu Legislatif 2009. "Partai ini mempunyai potensi besar, kader dan simpatisannya militan. PKS mungkin bisa menjadi nomor tiga," kata Sutiyoso menjawab wartawan seusai menghadiri Milad atau HUT ke-10 PKS di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu. Sutiyoso kagum terhadap massa PKS yang menghadiri milad itu karena berjumlah lebih dari seratus ribu orang, baik di dalam maupun luar stadion. "Melihat massa PKS itu memang sangat menjanjikan. Mereka datang tanpa pamrih, mau bekerja keras, dan ini semua merupakan potensi besar," katanya. Anti Amplop Selain menyerukan tekad memenangi Pemilu 2009, Tifatul dalam milad itu menegaskan bahwa PKS anti amplop dalam pengertian anti menerima pemberian baik berupa uang atau bentuk gratifikasi lain. "PKS anti amplop dan kami menolak segala macam gratifikasi," kata Tifatul lantang disambut tepuk tangan hadirin di stadion. Ia menyebutkan bahwa PKS telah mengembalikan kepada negara uang sebesar Rp1,9 miliar yang merupakan gratifikasi sejak 2005. PKS ingin mengokohkan diri sebagai partai yang bersih, peduli dan profesional. Sikap bersih yang ditunjukkan PKS membuat partai ini juga terkenal dengan istilah "PKS = Partai Kantong Sendiri". Partai ini memang lebih dikenal sebagai Partai Kantong Sendiri karena kami ingin berusaha semaksimal yang kami bisa dari diri kami sendiri tanpa bantuan pihak-pihak lain yang mengikat, kata Hilmy. Satu hal yang menarik dalam setiap kegiatan PKS adalah terdapat sejumlah petugas yang menyediakan tempat sedekah atau infak dari para kader dan simpatisan partai itu. Pada milad itu, PKS juga meluncurkan program pangan 10 juta ton beras untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan pangannya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendukung sepenuhnya program-program yang digencarkan PKS termasuk dalam melanjutkan reformasi. "Oleh karena itu, saya harap keluarga besar PKS terus jadi pelopor untuk lanjutkan reformasi," ujar Presiden yang disambut oleh tepuk tangan sekitar seratus ribu kader PKS yang memenuhi stadion Gelora Bung Karno. Yudhoyono wajar mendukung program PKS karena pada Pemilu 2004 ia didukung oleh PKS pula untuk menjadi orang nomor satu di republik ini. Akankah PKS tetap mencalonkan Yudhoyono pada Pemilu 2009? Tifatul saat safari dakwah di Padang pada 13 Februari lalu mengatakan PKS akan mencalonkan nama presiden dan wakil presiden dari kader sendiri bila mampu memenuhi target minimal 20 persen suara karena PKS memiliki sekitar 250 orang ahli bergelar Doktor dan Ph.D yang bisa dicalonkan. Nah, PKS pun bisa menjadi "Partai Kader Sendiri". (*)

Pewarta: Oleh Budi Setiawanto
Copyright © ANTARA 2008