Yogyakarta (ANTARA News) - Peringatan "tumbuk ageng" atau delapan windu (64 tahun) untuk Sri Sultan Hamengku Buwono X berlangsung di Bangsal Kencono Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Selasa malam. "Tumbuk ageng merupakan salah satu upacara dari serangkaian siklus hidup manusia Jawa yang diadakan pada masa tua, yakni ketika berumur delapan windu atau 64 tahun," kata adik Sultan HB X, GBPH Joyokusumo. "Upacara ini dilakukan tepat pada saat seseorang berusia 8 x 8 tahun atau 64 tahun. Pada usia 64 tahun itu hari weton tepat sama dengan hari weton ketika seseorang dilahirkan," katanya. Ia mengatakan, untuk Sultan HB X wetonnya Selasa wage tanggal 29 bulan Bakda Mulud tahun Jumawal. Sultan HB X dalam acara tradisional tersebut mengenakan pakaian adat Jawa berupa surjan berwarna biru bermotif bunga dengan kain bermotif semen romo dan mengenakan blangkon. Sedangkan permaisuri GKR Hemas mengenakan kebaya berwarna ungu dengan kain yang juga bermotif semen romo. Acara yang dihadiri tamu dan undangan dari lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini diawali dengan pembacaan doa yang dipimpin abdi dalem pamethakan HM Ridwan. Setelah itu acara dilanjutkan dengan upacara wisuda putri dan putra sultan HB X yang dilaksanakan oleh pengageng kawedanan hageng panitipura GBPH Joyokusumo. Putri dan putra Sultan HB X yang diwisuda adalah GRAy Suryokusumo yang mendapat gelar dan sebutan baru GKR Conrokirono serta GRAj Nurkamnari Dewi mendapat gelar dan sebutan baru GKR Maduretno. Sedangkan putra menantu Yun Prasetyo yang sebelumnya mendapat gelar dan sebutan KRT Purbodiningrat diwisuda menjadi KPH Purbodiningrat. Usai acara wisuda dilanjutkan bedhaya Herjuna Wiwaha karya Sultan HB X. Menyinggung makna dari upacara ini, GBPH Joyokusumo mengatakan ada dua inti dari acara ini, yaitu doa dan wisuda. Doa dengan harapan Sultan HB X dan keluarga mendapat rahmat dan barokah dari Tuhan Yang Maha Esa.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008