Kuala Lumpur, (ANTARA News) - Seorang laki-laki Malaysia memilih masuk penjara, Selasa, daripada membayar jaminan sesudah dia dituduh dengan pasal penghasutan karena secara tidak langsung menyebut wakil perdana menteri terlibat pembunuhan seorang wanita Mongolia, ungkap pengacara terdakwa. Raja Petra Kamarudin, pengelola situs Web independen, Malaysia Today (www.malaysia-today.net), menolak tuduhan menyebarkan hasutan pada sebuah artikel di situsnya. "Ini menjadi batu ujian," kata pengacaranya, Karpal Singh, kepada Reuters."Ini adalah pertama kalinya bloger dituduh dengan pasal penghasutan." Raja Petra dituduh menghasut karena dalam tulisan pada tanggal 25 April secara tidak langsung menyebut Wakil Perdana Menteri Najib Razak dan istrinya terlibat pembunuhan tahun 2006 terhadap Altantuya Shaariibuu, (28) seorang peragawati asal Mongolia. Najib lewat jurubicaranya telah menyangkal hal itu dan mengatakan tulisan tersebut "tak berdasar" dan "dirancang untuk menodai dirinya di hadapan publik Malaysia". Karpal mengatakan Raja Petra menolak tawaran pengadilan atas jaminan sebesar 5.000 ringgit (sekitar Rp 14 juta) hingga sidangnya dilanjutkan pada 6 Oktober, dengan alasan hal itu menyangkut prinsip. "Dia menolak untuk memilih membayar jaminan," tambah dia. Jika dinyatakan bersalah, Raja Petra (58) terancam denda 5.000 ringgit atau tiga tahun di penjara atau keduanya. Ulasan-ulasan heboh di Internet telah membuat kesal pemerintah Malaysia. Media setempat bisa kehilangan izin terbit jika tidak disukai pemerintah. Pihak berwenang, yang kesal atas janji pemerintah untuk tidak menyensor Internet, mencari cara untuk mengekang komentar-komentar, dan hal itu oleh sebagian pengamat justru dianggap menjadi penyebab jatuhnya perolehan suara pemerintah koalisi pada Pemilu bulan Maret. Para aktivis hak sipil mengkritik pengadilan terhadap Raja Petra dengan mengatakan pemerintah sedang menggunakan pasal karet penghasutan untuk membungkam kritik dan melecehkan para bloger. "Kami...tegas menyakini bahwa penggunaan undang-undang penghasutan dilakukan untuk melindungi kepentingan politik yang sempit," kata Gayathry Venkiteswaran, dari Centre for Independent Journalism yang bermarkas di Malaysia. Seorang pengamat terkenal perpolitikan, , Abdul Razak Abdullah Baginda, didakwa bersekongkol melakukan pembunuhan itu dan dua polisi telah didakwa menjadi pelaku tindak pidana tersebut. Tiga terdakwa itu menolak dakwaan namun jika divonis bersalah, mereka akan digantung. Peragawati tersebut, Altantuya Shaariibuu, ditembak dua kali di kepala dan jenazahnya diledakkan dengan peledak plastik di suatu hutan di luar Kuala Lumpur pada Oktober 2006. Beberapa hari sebelumnya, dia datang ke Malaysia untuk mencari Razak.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008