Jakarta (ANTARA) - Saat pidato tanggal 16 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo menyebutkan bangsa ini membutuhkan SDM unggul yang berhati Indonesia dan berideologi Pancasila.

"Jika kita lebih fokus mengembangkan kualitas SDM dan menggunakan cara-cara baru maka saya yakin bonus demografi menjadi bonus lompatan kemajuan". Demikian dinyatakan Presiden Joko Widodo. Hal ini sesuai dengan tema peringatan kemerdekaan tahun 2019 yaitu totalitas menyiapkan sebanyak mungkin SDM unggul.

Salah satu pilar penting yang wajib disiapkan SDM unggul sebanyak mungkin adalah SDM Aparatur Sipil Negara penyelenggara Pemerintahan baik pusat maupun daerah. Kinerja para aparatur negara masih menjadi masalah besar dan sekaligus merupakan tantangan bagi Komisi Aparatur Sipil Negara periode yang akan datang (Periode 2019-2024) untuk mewujudkan visinya “Terciptanya Aparatur Sipil Negara yang profesional dan berkinerja serta memberikan pelayanan secara adil dan netral” .

Data dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) mengungkapkan, ada 30 persen atau sekitar 1,35 juta pegawai negeri sipil (PNS) yang kinerjanya tergolong buruk. (November 2018). Dalam menjalankan tugasnya, para aparatur negara dinilai tidak serius, (Masih banyak pegawai yang belum bisa bekerja maksimal, belum tahu tugas dan kewajibannya dalam bekerja, menurut Deputi Bidang Reformasi Birokrasi Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kemenpan-RB Muhammad Yusuf Ateh) sehingga kinerjanya di bawah target.

Besarnya PNS atau aparatur negara yang tidak optimal ini jelas sangat membebani pemerintah.

Jumlah PNS: 4,475,315 (Pusat 21,04 persen dan Daerah: 78,96 persen), dengan rata-rata pertumbuhan per tahun PNS 2010-2015: sebesar 0,312 persen. Dan persentase PNS terhadap Angkatan Kerja (118,19 juta): sebesar 3,89 persen. Jumlah aparatur sipil negara yang cukup besar itu akan memberikan kontribusi yang besar bagi keunggulan daya saing Indonesia apabila dikelola secara serius dengan pendekatan “Human Capital Management” dan diharapkan dapat mengejar ketertinggalan dari mayoritas negara ASEAN dalam pengembangan modal manusia.

Empat peringkat tertinggi “Human Capital Index” dikuasai oleh negara-negara Asia dan Indonesia berada diperingkat ke-87 dari 157 negara, posisi Indonesia lebih rendah ketimbang lima negara ASEAN. Jika tak mampu meningkatkan daya saing, maka bonus demografi pada 2030 tak akan mendatangkan manfaat bagi kondisi ekonomi nasional.

Pendekatan Human Capital menjadi masalah yang menarik terutama sejak terjadinya pergeseran dari ekonomi yang berbasis industri ke arah ekonomi yang mangarah pada kehandalan sistem komunikasi, informasi dan pengetahuan.

Menurut Bradley (2008) manajemen human capital adalah sebuah system untuk memperbaiki kinerja karyawan dan sekaligus memperbaiki kinerja organisasi atau perusahaan. Kelebihan dari pendekatan Human Capital Manajemen adalah bahwa HCM merupakan akumulasi pengetahuan , keahlian , pengalaman dan atribut kekuatan karyawan/pekerja yang relevan untuk mendorong produktivitas dan kinerja serta pencapaian tujuan strategis dari organisasi (Gaol, 2014).

Oleh karena itu pengembangan Aparatur Sipil Negara dengan pendekatan human capital dapat mengakibatkan seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki perpestif baru yang seragam yang menilai bahwa karyawan atau Aparatur Sipil negara adalah asset pemerintah yang kedudukannya sejajar dengan strategi serta kebijakan pemerintah bukan sebagai faktor pendukung.

Politisasi Birokrasi

Lembaga yang secara khusus berfungsi mengawasi penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah berdasarkan Pasal 30 UU ASN adalah komisi aparatur sipil negara (KASN) .Dalam menjalankan fungsi dan tugas tersebut Komisi Aparatur Sipil Negara dihadapkan pada berbagai kondisi yang mengandung berbagai masalah dan kendala.

Selain itu animo masyarakat masyarakat untuk menjadi CPNS sangat besar namun kualitasnya tidak sesuai dengan kebutuhan riil. Dari laporan hasil Tes Calon PNS pada tahun 2018, dari 4 Juta Pelamar hanya 1,8 juta yang bisa ikut seleksi dan yang dinyatakan lulus sekitar 100 ribu orang atau 8 persen saja , padahal yang dibutuhkan 200 ribu pegawai. Hal ini menandakan bahwa banyak kualitas pelamar yang secara administratif maupun kualitas tidak memenuhi syarat.

Banyak sekali kasus terkait dengan jual beli jabatan, dimana penempatan ASN bukan karena kompetensi dan integritas tapi karena kedekatan personal dengan atasan, dan banyak ASN yang terlibat sebagai calo rente kekuasaan yang berujung pada tindak korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa pola jual beli jabatan akibat perdagangan pengaruh masih terjadi di Indonesia.

Bahkan KPK menyatakan saat ini ada 10 provinsi yang menjadi zona merah praktik rente kekuasaan, yakni Banten, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, NTT, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah dan Riau. faktor utama terjadinya masalah masalah ini dikalangan ASN disebabkan karena system merit tidak dijalankan secara benar dan melanggar norma norma pengelolaan SDM.

Di beberapa daerah juga sering terjadi proses pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian ASN dari dan dalam jabatan ASN tidak sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan tidak sesuai dengan spirit sistem merit ASN, tapi dilakukan hanya semata mata untuk kepentingan politik (politisasi birokrasi).

Komisi Aparatur Sipil Negara sebagai pelindung Merit Sistem ASN memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat , jika tidak diberi kewenangan untuk memberikan sanksi tegas terhadap kepala daerah atau pimpinan instansi yang jelas jelas melanggar maka fungsi KASN menjadi kurang efektif.

Kinerja ASN juga di nilai masih rendah oleh ICW, dari pengamatan ICW dapat diketahui bahwa banyak ASN yang tidak focus pada kinerjanya tapi justru sering terlihat ketiduran saat jam kerja,, main game di laptop dan ada juga yang terlihat jalan jalan di luar kantor.

Bahkan, banyak ASN yang beralasan sedang berada di luar kota lantaran dinas luar. Masih banyak ASN yang bekerja semaunya. Lebih banyak terlalu santai dan lalai, padahal mereka digaji, mendapat tunjangan yang besar dan diberikan fasilitas oleh negara, dan lebih memprihatinkan, banyak ASN yang kerjanya hanya absen finger print, pagi saat masuk kerja dan sore saat pulang kerja.

Serba Digital

Revolusi industri 4.0 telah mengubah segalanya, dunia yang tadi nya bulat berubah jadi flat, dan distribusi informasi yang tadinya one to many jadi many to many, revolusi industri membuat semuanya serba digital, ada ciri internet of thing yang mengakibatkan semua serba mudah dan berdampak pada pengelolaan SDM bahkan dapat menyebabkan kehilangan job, ada ciri big data yang sangat dahsyat untuk memudahkan proses pekerjaan, ada artitificial intelegence, terkait kecerdasan buatan.

Kondisi ini sebabkan SDM ASN harus beradaptasi dengan perubahan ini dan tanggung jawab kita semua untuk meningkatkan kompetensi SDM ASN terkait dengan teknologi digital. Sehingga arus revolusi industri 4.0 yang serba digital tak bisa lagi dibendung, termasuk oleh para penyelenggara negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Sistem atau teknologi pelayanan publik ke depannya tak boleh lagi sebatas pertemuan fisik, namun pelayanan bisa dilakukan dari manapun secara digital.

Penguasaan teknologi dalam sistem pemerintahan memiliki tujuan untuk menciptakan Smart ASN yang searah dengan dinamisasi pemerintahan di era digital. Terdapat dua hal yang harus di adopsi dari revolusi teknologi. Pertama, adalah membangun kerangka open government, yang menitikberatkan triangulasi kepentingan antara pemerintah, sektor privat, dan masyarakat. Pemerintah dituntut semakin terbuka dan aktif menggandeng warga dan sektor privat untuk mewujudkan pelayanan publik yang semakin dinamis.

Kedua, pemerintah perlu membangun e-government system di seluruh struktur internal institusi atau kelembagaannya. “Maka yang dibangun adalah postur pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang terpadu dari pusat hingga daerah, hingga ujung terdepan pelayanan publik,” ucapnya.

Strategi kunci membangun the whole government adalah menyiapkan kualitas dan kompetensi ASN yang semakin mumpuni, inovatif, kreatif, berdaya saing tinggi, yang memimpin terlaksananya tata kelola pemerintahan modern.

Dalam laporan worls economic forum menyimpulkan bahwa 80 persen skill yg diperlukan untuk bisa bersaing di era 4.0 adalah penguasaan soft skill yang meliputi Critical Thinking, Creativity, Communication, Collaboration dan Caracter Mindset dan talent ASN yang dibutuhkan adalah meliputi Curiuscity, Inisiative, Persistence, Adaptability dan Empathy

Gambaran kompetensi yang dibutuhkan di atas beserta karakter mindset dan talenta yang diperlukan bagi SDM aparatur sipil negara tersebut hanya akan diperoleh jika pendekatan pengelolaan SDM ASN dilakukan dengan pendekatan Human Capital Management yang mengutamakan pelaksanaan sistem merit yang sesuai dengan ketentuan undang undang. 

Sebagai komisi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN (Aparatur Sipil Negara) pada semua instansi pemerintah (pasal 30 UU ASN) maka KASN telah membangun system informasi yang bernama SIPINTER, system ini digunakan oleh instansi pemerintah untuk meyampaikan hasil penilaian mandiri beserta buktinya ke KASN.

Dan sistem ini juga digunakan oleh KASN untuk menyampaikan hasil verifikasi dan hasil penilaian sistem merit ke instansi pemerintah. Seharusnya dengan sistem ini KASN dapat mengetahui dengan mudah instansi mana saja yang telah benar benar menerapkan sistem merit dalam pengelolaannya dan instansi mana saja yang dinilai melanggar norma norma penerapannya.

Ada beberapa kelemahan SIPINTER yang perlu di pertimbangkan, antara lain pertama pengisian penilaian mandiri cenderung kurang obyektif, karena masing masing instansi akan tergoda untuk mengisi penilaian sesuai indikator yang disyaratkan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KSN).

Kedua, masing masing Instansi juga akan tergoda menyiapkan bukti bukti dokumen terkait dengan indikator penerapan sistem merit. Dan ketiga, komisi Aparatur Sipil Negara akan membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang banyak untuk melakukan verifikasi dalam rangka membuktikan apakah benar apa yang mereka (instansi) isi sesuai dengan apa yang mereka implementasikan.

Berdasarkan beberapa asumsi di atas terkait beberapa kelemahan dan hambatan bagi KASN,  maka sistem SIPINTER perlu ditambahkan teknologi “Digital Obyek Identification” (DOI), Selain itu langkat berikutnya adalah melakukan penambahan alat monitoring yang biasa disebut dengan “Mesin Learning” . mesin ini akan bekerja secara otomatis sesuai dengan kebutuhan dan keinginan KASN berdasarkan indikator-indikator yang digunakan sebagai persyaratan. Jika penilaian mandiri yang dilakukan oleh instansi tidak sesuai dengan hasil deskripsi dari mesin learning maka ada sinyal atau tanda merah, sehingga KASN dapat segera mengambil tindakan pencegahan terhadap instansi tersebut.

Empat Proses

Terdapat empat hal penting dalam pendekatan Human Capital Process, yaitu (1) Acquisition Process, merupakan proses yang dilakukan instansi untuk memastikan bahwa dalam pelaksanaan strategi setiap program kerja semua Instansi selalu memiliki kompetensi yang dibutuhkan (professional) baik secara kuantitas maupun kualitas, (2) Development Process, adalah proses yang dilakukan oleh lembaga/instansi untuk memastikan bahwa semua kekayaan manusia berupa ASN (human assets) yang sudah ada akan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya setinggi tingginya.

(3) Engagement Process, adalah proses yang dilakukan oleh Instansi untuk memastikan bahwa kekayaan manusia ASN-nya terutama mereka yang memiliki komptensi dan kinerja tinggi memiliki kesempatan yang besar pula untuk mendapatkan insentif dari instansinya melalui program Employee Engagement, (4) Retention Process adalah proses yang dilakukan oleh instansi untuk memastikan bahwa seluruh penghargaan yang diberikan oleh pemerintah/instansi dapat mengelola kompetensi ASN yang dibutuhkan dan mampu mempertahankan kinerja setiap individu ASN. Sasaran dari tahapan proses ini adalah mewujudkan kekayaan manusia ASN yang berkinerja professional .

*) Bambang Dwi Hartono adalah Kepala Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka
 

Copyright © ANTARA 2019