Karena itu diperlukan peran media untuk menggugah partisipasi dan peran pemerintah guna melindungi masyarakat dari dampak risiko bencana dan perubahan iklim
Ambon (ANTARA) - Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengapresiasi kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat di sejumlah desa di Maluku dalam menghadapi risiko bencana dan perubahan iklim.

"Saya mengapresiasi Masyarakat sangat siap menghadapi dampak dan risiko bencana maupun perubahan iklim yang terjadi," kata Kasubdit Identifikasi dan Analisis Kerentanan Ditjen Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian LHK Arif Wibowo di Ambon, Kamis.

Apresiasi tersebut diberikan Arif setelah berkunjung ke sejumlah negeri di Kota Ambon dan Maluku Tengah bersama Direktur Program Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States Agency for International Development-USAID) Elizabeth Mendenhall, guna melihat perkembangan Program Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) yang sudah dilakukan sejak 2018.

Menurut dia, masyarakat di sejumlah negeri yang dikunjungi semakin sadar dan tanggap akan perubahan iklim serta risiko bencana yang dapat terjadi setiap saat.

Oleh karena itu, menurut dia, keberhasilan program APIK yang dilaksanakan USAID dengan durasi lima tahun dan akan berakhir pada 2020, perlu dijadikan sebagai modal untuk mempercepat program aksi membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

"Program USAID APIK di sejumlah tempat di Tanah Air, termasuk Maluku, menjadi pilot proyek akan pentingnya membangun ketangguhan dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana dan perubahan iklim. Progam ini perlu direplikasi pemerintah daerah sehingga semakin meluas," katanya.

Menurut dia, isu perubahan iklim merupakan masalah pembangunan secara nasional yang tidak hanya menyangkut urusan bencana, tetapi juga menyangkut menurunnya produktivitas lahan serta hasil tangkapan nelayan akibat perubahan iklim dan berimplikasi terhadap kesejahteraan.

"Banyak hal yang ditimbulkan dari perubahan iklim. Kementerian LHK sebagai koordinator penanganan perubahan iklim bersama BNPB yang menangani kebencanaan, tetap bekerja mengakomodasi masalah ini dalam proses pembangunan nasional secara berkelanjutan," katanya.

Ia mengatakan berbagai kebijakan dan peraturan telah dibuat pemerintah untuk mengakomodasi masalah perubahan iklim, kerentanan, dan risiko bencana dalam berbagai program pembangunan, tetapi hal itu masih tetap dianggap sebagai isu "murahan", padahal dampak kerugian yang ditimbulkan besar.

"Karena itu diperlukan peran media untuk menggugah partisipasi dan peran pemerintah guna melindungi masyarakat dari dampak risiko bencana dan perubahan iklim," katanya.

Berbagai contoh kesiapsiagaan warga menghadapi bencana melalui program APIK, katanya, perlu dijadikan model strategis dalam membangun kesiagaan dan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana yang akan datang.

Arif juga menambahkan Kementerian LHK juga telah memiliki Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) yang dapat diakses dengan mudah. Sistem itu menyajikan data dan informasi kerentanan perubahan iklim dengan satuan unit desa di seluruh Indonesia.

"Semua pemprov, pemkab, dan pemkot harus menggunakan SIDIK sebagai acuan untuk membangun ketahanan dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana di masing-masing daerah, termasuk menggunakan kearifan lokal setempat," katanya.

Baca juga: Menteri LHK usulkan mangrove dibawa ke KTT Aksi Iklim PBB
Baca juga: Kenaikan muka air laut ancam pesisir Jakarta, Semarang, dan Demak
Baca juga: Rakornas BMKG bahas antisipasi perubahan iklim

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019