Denpasar (ANTARA News) - Seorang pengusaha di Bali berpendapat kebijakan perpajakan hingga kini belum memberikan dukungan maksimal kepada dunia usaha. Dunia usaha dipandang hanya sebagai objek pajak tanpa melihat kepentingan lebih besar, kata pengusaha Jaya Susila di Denpasar, Kamis. Padahal dunia usaha merupakan "jantung" perpajakan, karena cukup besar dalam membayar pajak, katanya pada seminar "Pajak dan Dinamika Bisnis" yang digelar Bali Journalist Organizer bersama Kadin Bali. Aturan tumpang tindih, multitafsir, tergantung kekuasaan Selain itu, sistem perpajakan dirasakan masih terlalu rumit oleh kalangan pengusaha. Banyak aturan yang tumpang-tindih dan multitafsir, sehingga dalam penerapannya tergantung pejabat yang memiliki kekuasaan. Di sisi lain, pejabat perpajakan memiliki kewenangan luar biasa dalam menentukan pelanggaran kasus pajak, mulai dari proses penyelidikan hingga eksekusinya. Menurut Jaya Susila, dunia bisnis membutuhan kebijakan perpajakan yang terbuka atau transparan, adil serta akuntabilitas. Karena itu, persoalan pajak dan permainan pihak tertentu, diharapkan tidak sampai membuat perusahaan terpaksa tutup. "Jika sampai terjadi PHK (pemutusan hubungan kerja), akan menambah pengangguran dan berdampak mengganggu stabilitas perekonomian secara makro," ucapnya. Oleh karena itu, kata Jaya Susila, kebijakan pajak perlu fleksibel dengan memahami kondisi dunia perkonomian negara. Semisal terjadi bencana, resesi dan angka pengangguran yang tinggi, sudah selayaknya pajak diturunkan sebagai pendorong dalam menggerakkan perekonomian. Tetapi pajak bisa dinaikkan pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi, pada bisnis yang padat modal atau bisnis yang tidak ramah lingkungan. "Itu berkaca dari pengalaman setelah bom Bali, ketika kita minta keringanan pajak malah ditolak," ucapnya. Sementara pengamat pajak dari Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Dr Ketut Budiartha mengingatkan agar masyarakat tidak perlu takut terhadap pajak. Hal itu mengingat jika ada petugas yang menyalahi perundangan juga bisa dikenakan sanksi pasal 36A UU KUP No 16 Tahun 2000. Dia setuju perlunya kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya, namun harus diimbangi pelayanan yang lebih baik sehingga masyarakat merasa nyaman dan terlayani. Reformasi perpajakan! Sedangkan Kepala Bidang Pembinaan dan Pelayanan Humas Kanwil Pajak Bali, Tunggul Darmojuwono SH mengakui, saat ini pajak merupakan andalan pemerintah dalam memperoleh penerimaan negara. Sumbangan pada APBN 2008 sudah mencapai Rp591,9 miliar atau 75,9 persen. Namun bukan berarti pihaknya hanya fokus pada upaya menghimpun dana guna peningkatan penerimaan negara. "Ditjen Pajak malah sudah melakukan reformasi perpajakan dengan membuat UU pajak disertai modernisasi administrasi perpajakan. Reformasi itu sekaligus untuk menepis anggapan bahwa kasus pajak bisa dibelokkan menjadi tuntutan pidana yang membangkrutkan perusahaan," kata Tunggul menengaskan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008