Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meyakini bahwa program Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) bakal dapat menggairahkan aktivitas perekonomian di berbagai kawasan perbatasan di Tanah Air.

"Ekspor hasil perikanan dari SKPT ke negara terdekat diharapkan akan menjadi sirip yang menggerakkan perekonomian di wilayah-wilayah perbatasan," kata Kepala Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja, dalam Diskusi Panel Workshop Blue Economy Indonesia-Australia, di Jakarta, Selasa.

Sjarief Widjaja memaparkan bahwa konsep SKPT adalah mengintegrasikan rantai nilai bisnis perikanan dalam satu lokasi.

SKPT, ujar dia, menyediakan seluruh sarana dan prasarana bisnis perikanan seperti pelabuhan ikan, tempat pelelangan ikan, cold storage, tempat perbaikan kapal, penyediaan BBM, karantina untuk ekspor hingga tempat penginapan untuk nelayan.

"Konsep SKPT juga bertujuan menciptakan sistem logistik ikan yang lebih efisien karena dekat dengan pasar ekspor," kata Kepala BRSDM KKP tersebut.

Sebagaimana diketahui, sebanyak 20 pulau terluar sebagai SKPT, yakni Natuna, Simeulue, Tahuna, Saumlaki, Merauke, Mentawai, Nunukan, Talaud, Morotai, Biak Numfor, Tual, Mimika, Sarmi, Moa, Rote Ndao, Anambas, Sumba Timur, Buton Selatan, Enggano dan Sabang.

Dengan demikian, lanjutnya, maka berbagai tahapan mulai dari pendaratan ikan, pengolahan ikan, hingga pemasarannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Sebelumnya, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menginginkan pemerintah benar-benar melindungi perdagangan komoditas hasil laut antara lain dengan meninjau ulang kenaikan tarif angkutan udara yang memberatkan kinerja ekspor pengusaha perikanan nasional.

"Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk untuk meninjau ulang kenaikan tarif angkutan udara, yang dampaknya telah dirasakan pelaku bisnis di sektor kelautan," kata Ketua Harian Iskindo Moh Abdi Suhufan.

Menurut Abdi Suhufan, berbagai kalangan yang terdampak kenaikan tarif angkutan udara adalah mereka yang bergerak dalam usaha bisnis hasil laut karena kenaikan kargo udara menghambat dan menurunkan volume dari Indonesia kawasan Timur.

Abdi Suhufan menyatakan, kenaikan antara 100-300 persen membuat pelaku usaha hasil laut di Indonesia Timur kesulitan mengirim barang sehingga mereka yang biasanya menggunakan pesawat kini beralih ke jalur darat.

Padahal, lanjutnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko kematian komoditas hasil laut lebih besar karena jangka waktu pengiriman yang lebih panjang.

Abdi menegaskan, kegiatan usaha perdagangan hasil laut perlu mendapat perlindungan dari pemerintah sebab ini adalah bagian hilir yang merupakan hasil dari proses produksi di hulu yang telah melibatkan banyak modal, waktu dan tenaga kerja yang terlibat.

Ia juga mengatakan untuk mendukung kegiatan ekspor hasil laut via bandara, pemerintah juga perlu membangun dan menyediakan cold storage dengan standar SNI pada beberapa bandara HUB di Indonesia Timur seperti Makassar, Manado dan Ambon.

Baca juga: Produk ekspor perikanan Indonesia sudah diterima 157 negara
Baca juga: KKP dukung upaya peningkatan ekspor sektor perikanan
Baca juga: BKIPM ekspor 1.491 ton ikan perusahaan binaan

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019