Bali (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang melakukan penelitian terkait lokasi daerah pemijahan dan keberadaan skipjack tuna di Laut Banda atau di laut sekitarnya untuk menghasilkan rekomendasi terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang melarang penangkapan ikan itu di Laut Banda karena kelebihan tangkap (overfishing).

"Dengan adanya larva tuna itu kita tahu bahwa dia tidak hanya lewat tapi memijah, tapi kita harus cari tahu apakah di laut dalam, pesisir, terumbu karang atau di mangrove, itu yang harus kita teliti, sampai sekarang penelitian jalan terus," kata peneliti dari Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Daniel Deonisius Pelasula kepada ANTARA di pameran Ritech Expo 2019 dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24, Bali, Selasa.

Peraturan Menteri KKP Nomor 4/Permen-KP/2015 tentang Larangan Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia 714 yang ditandatangani Susi Pudjiastuti pada 15 Januari 2015.

Melalui aturan itu, Susi menuturkan WPP 714 yang meliputi Laut Banda dan Teluk Tolo merupakan daerah pemijahan (breeding ground) dan daerah bertelur (spawning ground) sehingga perlu dilakukan larangan penangkapan ikan.

Daniel mengatakan rekomendasi terhadap kebijakan tersebut direncanakan untuk disampaikan pada 2019, dengan syarat penelitian tersebut sudah tuntas untuk mendapatkan justifikasi ilmiah.

LIPI juga menganalisis tingkat kematangan gonad (bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan), untuk memastikan tempat skipjack tuna berkembang, entah di Laut Banda, Laut Sulawesi atau Laut Seram, karena ditemukannya sejumlah larva skipjack tuna di Laut Banda.

Dia menuturkan perlu ada justifikasi ilmiah yang kuat untuk menyatakan sudah tidaknya Laut Banda mengalami overfishing atau kelebihan tangkap untuk skipjack tuna, sehingga dapat dinyatakan sesuai atau tidaknya kebijakan pelarangan penangkapan ikan tersebut.

"Dengan penelitian kematangan gonad dan penelitian larva kita tahu persis sekarang itu apa pada saat musim memijah tidak boleh ditangkap, seandainya bulan Agustus musim memijah, maka bulan itu saja ditutup, setelah itu (bulan Agustus) dibuka (untuk penangkapan ikan)," ujarnya.

Dengan hasil penelitian tersebut, maka dapat diperoleh rekomendasi untuk merespon kebijakan pelarangan penangkapan ikan dan menyarankan periode tertentu untuk pelarangan penangkapan ikan jika ditemukan daerah pemijahan.

Jika ditemukan potensi ikan yang masih ada, bisa saja tidak perlu diberlakukan pelarangan penangkapan skipjack tuna di Laut Banda.

"Kita harus menghasilkan rekomendasi kebijakan apakah betul-betul itu harus ditutup atau ditutup dalam jangka waktu tertentu bulan-bulan tertentu atau dibuka saja karena potensinya (skipjack tuna) memang masih ada," ujar Daniel.

Jika ditemukan tempat pemijahan, maka bisa direkomendasikan untuk tidak melakukan penangkapan ikan pada saat musim memijah untuk menjaga keberlanjutan hidup skipjack tuna.

Jika daerah pemijahan berada di daerah pesisir dan terumbu karang, maka perlu adanya pelestarian dan pencegahan kerusakan daerah pesisir dan terumbu karang.
Baca juga: Pemerintah-pengusaha perlu sinergi benahi data tuna
Baca juga: Indonesia-AS bermitra perangi penangkapan ikan ilegal
Baca juga: IOTC Serius Kendalikan Penangkapan Tuna di Samudera Hindia

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019