Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pemerintah telah mendapat pelajaran berharga dari keraguan menerapkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini dan meminta pemerintah agar mengumumkan secara tegas bila ada kenaikan harga lagi. "Pemerintah telah memecahkan teka-tekinya sendiri, tentang kapan waktu dan besaran kenaikan harga BBM. Pemerintah harus mengambil pelajaran berharga dari ketidaktegasan karena menunda-nunda kebijakan yang sangat sensitif itu," kata Ketua Komite Tetap Bidang Moneter dan Fiskal Kadin Indonesia, Bambang Soesatyo, di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan kenaikan harga BBM yang ragu-ragu kali ini menyebabkan biaya yang cukup besar yang harus ditanggung pemerintah, rakyat dan dunia usaha. Biaya sosial ekonomi itu terkait munculnya banyak penimbunan BBM dan barang pokok, antrian panjang di Stasiun Pengisian BBM Umum (SPBU), maraknya demonstrasi, serta penanganan BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang carut-marut. "Hal itu seharusnya tidak perlu terjadi. Kalau pemerintah menganggap perlu ada kenaikan kembali, umumkan secara tegas," ujar Bambang yang menilai rencana kenaikan harga BBM yang diwacanakan jauh hari telah menyebabkan bertambah panjangnya persoalan yang dihadapi dunia usaha. Ketegasan kebijakan, dinilainya sangat penting mempersempit ruang para spekulan bermain di tengah ketidakpastian. "Tidak adil jika sikap kehati-hatian pemerintah yang berlebihan itu justru menjadi kontra produktif," katanya. Lebih jauh ia menuntut pemerintah melahirkan kebijakan insentif pajak, baik berupa pemotongan maupun penundaan guna menghindari meluasnya kebangkrutan dunia usaha. Selain itu, kata dia, aturan perbankan juga harus lebih lunak terutama dalam memperoleh tambahan modal dan memperpendek jalur kepengurusan dokumen ekspor dan impor, agar lebih efisien, baik dari segi waktu maupun biaya. "Hal itu penting agar didapat penghematan yang signifikan untuk menutupi pembengkakan biaya dari dampak kenaikan harga BBM tanpa harus merumahkan karyawan atau buruh," ujar Bambang.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008