Batik tidak perlu dikerjakan di sini. Di NTT harus perkuat tenun ikatnya
Kupang (ANTARA) - Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Mufidah Jusuf Kalla meminta para perajin tenun di Provinsi Nusa Tenggara Timur agar fokus mengerjakan tenun ikat yang merupakan ciri khas produk di NTT.
"Perajin di NTT sini jangan kerjakan batik, karena tetap kalah nanti dengan yang dari Jawa, karena itu khasnya mereka, jadi fokus saja untuk tenun ikat yang merupakan kekhasan NTT," katanya dalam acara dialog bersama yang dipusatkan dipusatkan di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT di Jl El Tari, Kota Kupang, Rabu.
Isteri Muhammad Jusuf Kalla itu mencontohkan pengalamannya saat berkunjung ke Papua dan disodorkan kain batik dengan motif Papua.
"Saya tanya ini batik dari mana, mereka bilang batik Jogja tapi motif Papua. Tidak betul kalau dikatakan itu kain batik Papua karena tetap batik Jogja," katanya.
Untuk itu ia meminta agar para perajin tenun di NTT agar fokus pada usaha tenun ikat yang saat ini semakin dikenal masyarakat mancanegara.
Baca juga: Pameran Tenun Sikka digelar pada 15-17 Februari
Apalagi, lanjutnya, masing-masing kabupaten di NTT memiliki ciri khas motif yang berbeda-beda sehingga bisa memperkaya produk kain tenun yang dihasilkan.
"Batik tidak perlu dikerjakan di sini. Seperti halnya kain songket dari Sumatera, sementara di NTT harus perkuat tenun ikatnya," katanya.
Dalam kunjungannya, Mufidah Jusuf Kalla yang didampingi sejumlah jajaran pengurus Dekranas Pusat menggelar dialog sekitar dua jam bersama ratusan penenun di NTT.
Di akhir kegiatan, ia mengunjungi sejumlah stan produk kerajinan tangan seperti tenun ikat, tas anyaman daun pohon lontar, lukisan kayu, perhiasan, dan lainnya yang dihadirkan di lokasi kegiatan.
Hadir dalam kegiatan itu, Wakil Gubernur NTT beserta jajaran unsur Forkopimda provinsi dan Kota Kupang, Ketua Dekranasda Provinsi NTT Julie Sutrisno Laiskodat beserta jajaran pengurus daerah dari 22 kabupaten/kota.*
Baca juga: Tenun ikat Sumba Timur produk andalan Kemendes PDTT
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019