Jakarta (ANTARA) - Calon pimpinan KPK dari unsur Kejaksaan Agung Johanis Tanak mendukung usulan untuk melakukan revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

"Apakah bapak setuju dengan revisi UU KPK dalam batas tertentu, misalnya dengan menerbitkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan) setuju tidak? Misalnya karena unfit to trial lalu menerbitkan SP3?" kata anggota panitia seleksi (pansel) capim KPK Indriyanto Seno Adji di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Rabu.

"Dimungkinkan, saya setuju," jawab Johanis Tanak.

Johanis menyampaikan hal tersebut pada uji publik seleksi capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019 dan diikuti 20 capim. Hari ini, pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.

"Kan satu-satunya aparat penegak hukum yang tidak punya fungsi pengawasan hanya KPK. Mahkamah Agung ada Komisi Yudisial, Kejaksaan punya Komisi Kejaksaan, Kepolisian punya Kompolnas. Di dalam struktur KPK ada penasehat. Apakah bapak dengan revisi itu setuju adanya dewan pengawas?" tanya Indriyanto.

"Siap setuju," jawab Johanis.

"Koordinasi supervisi (korsup) di lapangan level-nya subordinasi seolah Kepolisian atau Kejaksaan di bawah KPK khususnya korsup penindakan. Apa korsup itu equal treatment dalam penindakan atau pencegahan?" tanya Indriyanto.

"Setuju untuk equal," jawab Johanis.

"Lalu masih revisi UU KPK, ada wacana penyidikan penuh di KPK, tapi penuntutan untuk kasus yang ditentukan basisnya seperti ada koordinasi Jaksa Agung dengan pimpinan KPK. Bagaimana Pak?" tanya Indriyanto.

"Setuju," jawab Johanis.

"Idealnya penyidik di KPK bukan berasal dari Polri?" tanya Indriyanto.

"Penyidik berasal dari Polri karena Polri sudah dididik dan disumpah untuk menyidik. Saat ditempatkan di KPK maka hubungan kerjanya dengan institusi asal harus lepas. Tapi penyidik seharusnya dari Polri," jawab Jonis.

Meski setuju dengan revisi UU KPK, namun Johanis tidak tahu soal suap di kalangan swasta.

"Banyak tindak pidana korupsi yang memang belum dirumuskan. Apa pandangan bribery in private sector, sudah pernah dengar?" tanya anggota pansel Harkristuti Haskrinowo.

"Belum, ketika perkara akan dilimpahkan hakim harus mencari agar bisa diadili," jawab Johanis.

"Jadi bribery in private sector penyuapan sektor swasta. Harus masuk?" tanya Harkristuti.

"Tidak, karena pengusaha inginnya time is money. Birokrasi kita ini kalau bisa lama-lama kenapa cepat karena mereka sudah tahu yang diinginkan pejabat publiknya adalah suap. Jadi yang dihukum harusnya pejabat publik," jawab Johanis.

"Yang dibahas bukan birokrat, yang disuap swasta, tapi penyuapan di internal swasta. Ini salah satu yang direkomendasikan UNCAC. Belum baca ya Pak?" tanya Harkristuti.

"Belum," jawab Johanis.

Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel yaitu Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.

Panitia seleksi (pansel) capim KPK pada Jumat (23/8) mengumumkan 20 orang yang lolos lolos seleksi "profile assesment". Mereka terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang) dan penasihat menteri (1 orang).

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019