Bobot (iuran BPJS Kesehatan) tidak terlalu besar, sehingga dampak terhadap inflasi Insya Allah tidak terlalu besar,
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo meyakini kenaikan iuran yang dibayar masyarakat untuk BPJS Kesehatan tidak akan mengerek naik laju inflasi secara drastis.

Ditemui di Jakarta, Jumat, Perry juga meyakini kenaikan tarif asuransi BPJS Kesehatan sebagai komponen kelompok harga yang diatur pemerintah (administered prices) hanya akan berdampak secara sementara.

"Bobot (iuran BPJS Kesehatan) tidak terlalu besar, sehingga dampak terhadap inflasi Insya Allah tidak terlalu besar," ujar dia.

Oleh karena dampak sementara tersebut, Perry meyakini kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut tidak akan mempengaruhi laju inflasi inti (core inflation) ataupun ke pergerakkan fundamental inflasi.

Di akhir tahun, Bank Sentral masih mengandalkan proyeksi inflasi di bawah 3,5 persen atau bias bawah kerangka sasaran inflasi 2,5-4,5 persen pada tahun ini.

Pada Kamis (29/8), Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kesejahteraan (PMK) Puan Maharani mengatakan Presiden Joko Widodo akan menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) terkait kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan pada pekan ini. Perpres tersebut direncanakan mulai berlaku awal September 2019.

"Akhir Agustus ini (Perpres diteken). Awal September sudah berlaku," ujar Puan di Jakarta, Kamis (29/8).

Besaran kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan yang ditetapkan di dalam Perpres akan sama seperti yang telah dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat gabungan dengan anggota Komisi IX dan XI DPR RI pada Selasa (27/8).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani setuju dengan usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk menaikkan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau masyarakat miskin yang dibayarkan pemerintah dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu. Ia bahkan mengusulkan kenaikan iuran khusus untuk PBI berlaku mulai Agustus 2019.

Sedangkan untuk TNI, Polri, dan PNS pusat, Menkeu mengusulkan iuran berdasarkan penghasilan tetap, termasuk tunjangan kinerja dengan maksimal lima persen dari Rp12 juta dan dimulai 1 Oktober 2019.

Untuk peserta mandiri, Menkeu mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 1 dan 2 hingga dua kali lipat. Iuran peserta kelas 1 diusulkan naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu dan kelas 2 naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.

Usulan Menkeu ini lebih tinggi dari usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional yakni Rp120 ribu untuk kelas 1 dan Rp80 ribu untuk kelas 2.

Sementara terkait kenaikan iuran peserta mandiri kelas 3, Sri Mulyani mengaku setuju dengan usulan DJSN untuk menaikkan iuran dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu. Iuran untuk peserta mandiri ini diusulkan dapat terlaksana pada Januari 2020, bersamaan dengan kenaikan iuran untuk peserta penerima upah badan usaha.

Adapun maksimal batas upah yang digunakan untuk presentase iuran pekerja swasta tersebut diusulkan naik dari Rp8 juta menjadi Rp12 juta dengan presentase iuran tetap sebesar lima persen.

Baca juga: YLKI: Kenaikan tarif BPJS harus diikuti reformasi pengelolaan

Baca juga: Defisit Rp32,8 triliun dibalik opsi iuran BPJS naik 100 persen

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019