Lebih kurang 300 ribu pohon mangrove di hutan bakau pesisir pantai utara ikut terdampak tumpahan minyak Pertamina. Ini sangat merugikan kami
Cikarang, Bekasi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mencatat ada sebanyak 2.200 nelayan dan petambak yang terdampak tumpahan minyak Pertamina akibat kebocoran di tanjung lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) perairan Kabupaten Karawang pada Minggu (21/7) 2019.

"Setelah melakukan pendataan, total ada 2.200 petambak dan nelayan di Kabupaten Bekasi yang terdampak tumpahan minyak Pertamina," kata Camat Muara Gembong, Juanefi di Cikarang, Sabtu.

Ia  mengungkapkan dari total 2.200 nelayan dan petambak itu, 700 di antaranya merupakan warga Desa Pantai Bakti sementara 1.500 lainnya adalah warga Desa Pantai Bahagia.

"Kami belum mengetahui besaran kompensasi yang diberikan Pertamina tapi secepatnya kami minta kompensasi itu diberikan karena pihak Pertamina juga sudah berjanji akan memberikan kompensasi," katanya.

Kondisi pesisir Muara Gembong saat ini diakuinya sudah tidak separah waktu awal tumpahan minyak terjadi. Akan tetapi tumpahan minyak itu sesekali masih terdapat di pesisir Pantai Muara Gembong.

"Kalau awal-awal tiap hari ada ke pantai tumpahan minyak itu. Kalau sekarang sudah mulai jarang dan tidak banyak," kata dia

Namun akibat tumpahan minyak itu sejumlah ikan dan udang di tambak mati kemudian hasil tangkapan nelayan juga menurun drastis.

"Udang dan ikan milik petambak pada mati, hasil tangkapan ikan nelayan juga berkurang. Atas dasar itulah mereka menuntut ganti rugi," katanya.

Junaefi menambahkan bahwa proses pembersihan masih terus dilakukan oleh Pertamina bersama TNI dan masyarakat. Masyarakat atau nelayan juga yang ikut dalam proses pembersihan tumpahan minyak itu dan meraka dibayar Rp100 ribu setiap harinya.

"Ada sebagian yang bisa melaut ada juga yang tidak dan pilih jadi tukang bersihkan tumpahan minyak," katanya.

Nelayan Muara Gembong, Nur Ali berharap tumpahan minyak benar-benar hilang agar para nelayan bisa beraktivitas normal dan kembali mendapatkan ikan banyak.

"Semoga cepat hilang tumpahan minyak itu, biar ikannya banyak lagi. Terus ganti ruginya cepat dibayarkan juga ke kami," kata Ali.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Alipbata, Sonaji mengatakan tumpahan minyak Pertamina itu mengancam 300.000 pohon mangrove (bakau).

"Lebih kurang 300 ribu pohon mangrove di hutan bakau pesisir pantai utara ikut terdampak tumpahan minyak Pertamina. Ini sangat merugikan kami," katanya.

Ia menjelaskan jumlah pohon mangrove tersebut didapat setelah pihaknya melakukan peninjauan dan pendataan langsung ke lokasi terdampak tumpahan minyak di antaranya Pantai Muara Bungin dan Pantai Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muaragembong.

Batang pohon, katanya, ditemukan dalam kondisi sobek, terkelupas, hingga melepuh terkena panas minyak sedangkan daun mangrove menjadi layu dan mengering. Karena saat malam hari air pasang sehingga daun mangrove seluruhnya terendam air laut yang telah terkontaminasi tumpahan minyak itu.

Akibat insiden itu objek wisata hutan mangrove Muaragembong yang biasanya selalu ramai dikunjungi wisatawan dalam sekejap berubah menjadi sepi pengunjung. "Kami meminta kepada pihak berwenang terkait untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Kami sedih karena kami ikut menanamnya juga dulu, karena sebagian pohon itu atau 59.597 di antaranya merupakan sumbangan CSR perusahaan dan sukrelawan selama empat tahun terakhir yang dipercayakan kepada kami," demikian Sonaji.

Baca juga: KLHK : Tumpahan minyak mentah Pertamina menyebar sampai Bekasi

Baca juga: Akibat tumpahan minyak, nelayan Bekasi minta kompensasi

Baca juga: 300 ribu bakau Bekasi terancam mati akibat tumpahan minyak


 

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019