Kota Probolinggo, Jawa Timur (ANTARA) - Pemerintah Kota Probolinggo, Jawa Timur akan mewujudkan bebas kota kumuh pada tahun 2019 sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2014-2019 untuk mengentaskan kawasan kumuh di perkotaan menjadi nol hektare pada tahun 2019.

"Untuk Kota Probolinggo sendiri dimulai tahun 2015 hingga 2019 dan penanganan kawasan kota kumuh sudah berkurang dari 193.74 hektare menjadi 67,19 hektare," kata Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Pemkot Probolinggo Agus Hartadi di Kota Probolinggo, Senin.

Menurutnya fakta dan data itu sesuai dengan SK Wali Kota No. 188.45/414 tahun 2015 yang sudah direvisi SK Wali Kota No. 188 tahun 2019 yang masih menyisakan luasan kawasan kumuh 67,19 ha.

"Target dari pemerintah pusat sangat signifikan yaitu menjadi nol pada tahun ini, namun yang terealisasi di Kota Probolinggo sudah sangat baik berkat kerja sama dari semua organisasi perangkat daerah dan program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh)," tuturnya.

Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Probolinggo menggelar workshop tingkat kota program Kotaku dengan mengundang Wawali Kota Probolinggo Mochammad Soufis Subri, Ketua DPRD sementara Abdul Mujib, Penjabat Sekda Achmad Sudiyanto serta peserta workshop yang terdiri dari camat, lurah, LKM dan tim Kotaku.

"Kegiatan itu dilaksanakan untuk memberikan pemahaman tentang kebijakan pemerintah daerah dalam menangani kawasan kumuh, target dan penyelesaian strategi pokja dalam membangun kawasan kumuh," katanya.

Sementara Wakil Wali Kota Probolinggo Mochammad Soufis Subri mengatakan program yang mengatasi sanitasi, limbah dan air bersih, serta lingkungan itu bisa digarap bareng pemerintah (OPD) dan NGO (Non Government Organization) yang bergerak di bidang tersebut bersama masyarakat.

Di Kota Probolinggo, kawasan permukiman kumuh 67,19 hektare terbagi di beberapa wilayah yakni kawasan prioritas Mayangan seluas 33,86 ha, sedangkan sisanya seluas 33,33 ha tersebar di kawasan Jrebeng Lor 9,52 ha, kawasan Sukabumi 7,50 ha, kawasan Kedopok 3,73 ha, Triwung Lor 0,15 ha dan Wonoasih 12,43 ha.

"Data itu agak anomali karena Mayangan adalah pusat masyarakat di Kota Probolinggo dan menjadi barometer wilayah kawasan kumuh terbesar, sehingga ada linier antara jumlah penduduk dan tingkah kekumuhan," katanya.

Menurutnya hal tersebut merupakan tantangan bersama, bukan satu instansi saja karena membangun kota bukan hanya sumber daya manusia saja tetapi juga lingkungannya.

"Untuk mendukung upaya target bebas kota kumuh tercapai di tahun 2019, ada beberapa upaya yang sudah dilakukan di antaranya pembentukan kelompok kerja perumahan dan kawasan permukiman (Pokja-PKP) dengan peran mengkoordinasikan OPD terkait dengan 7+1 indikator kumuh," ujarnya.

Ia menjelaskan di Kota Probolinggo upaya penanganan kumuh telah dilakukan melalui pendanaan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah mulai tahun 2017 sampai dengan 2019.

"Investasi pendanaan dari APBD sebesar Rp41,53 miliar dan dari APBN (Kotaku) sebesar Rp20,250 miliar yang tersebar di lima kecamatan. Dengan upaya itu, telah berkontribusi menurunnya luasan dari 193,74 ha menjadi 67,19 ha di tahun 2019," katanya.

Subri mengatakan sampah di kalangan rumah tangga juga menjadi salah satu penyumbang kekumuhan di lingkungan masing-masing, sehingga untuk menurunkan permukiman kumuh dibutuhkan cara yang sesuai kearifan lokal di Kota Probolinggo.

"Yang harus dirumuskan yakni menyentuh SDM masyarakat, agar bagaimana mereka bisa mencintai lingkungan karena berbicara Kotaku tidak spesifik soal sampah tapi kekumuhan secara keseluruhan dan sampah itu bagian dari kekumuhan," katanya, menambahkan.

Baca juga: SMF targetkan tiga kota dalam pembiayaan program Kota Tanpa Kumuh 2019
Baca juga: Yogyakarta yakin bisa capai target nol kawasan kumuh tahun ini
Baca juga: Program Kotaku PUPR rehabilitasi situs sejarah Kerajaan Aceh

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019