Tidak ada indikator bagi orang awam untuk menentukan aman atau tidak
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono menilai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tidak mempengaruhi secara langsung terhadap kesehatan manusia.

Menurut Agus belum ada pembuktian bahwa polusi udara dari PLTU bisa menyebabkan penyakit seperti kanker otak karena masih banyak zat-zat yang dapat menjadi penyebab kanker misalnya asap rokok.

"Kalau ada penduduk yang menderita kanker, sulit membedakan apakah penderita tersebut mengidap kanker karena asap rokok atau karena asap cerobong," ujar Agus dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.

Baca juga: BMKG: kecil kemungkinan PLTU Suralaya turunkan kualitas udara Jakarta

Agus menambahkan penyebab terjadinya kanker harus bisa dibuktikan secara ilmiah, tidak bisa berdasarkan pada asumsi belaka.

"Tidak ada indikator bagi orang awam untuk menentukan aman atau tidak. Yang penting, buangan asap cerobong selalu dilakukan monitoring," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar menjamin operasional PLTU sudah dilengkapi peralatan untuk mengontrol emisi.

Peralatan itu adalah Continuous Emission Monitoring System (CEMS) yang berfungsi mengawasi emisi dari PLTU berbahan bakar batu bara secara berkelanjutan.

PLN juga menerapkan teknologi rendah karbon dengan tingkat efisiensi tinggi atau High Efficiency and Low Emmission (HELE), seperti Clean Coal Technology (Super Critical dan Ultra Super Critical).

Dengan teknologi terkini itu, maka konsumsi batubara dapat lebih efisien dan handal, sekaligus lebih ramah lingkungan sesuai standar internasional.

Teknologi ini juga menerapkan electrostatic precipitator yang menghilangkan partikel polutan baik kondisi kering maupun basah, dan menggunakan sea water flue gasdesulfurization untuk menurunkan unsur sulfur.

Sebelumnya, terdapat pemberitaan adanya warga Banten yang mengirimkan petisi kepada lembaga keuangan publik asal Korea Selatan untuk menghentikan pembangunan proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya, Banten.

Salah satu alasan pengajuan petisi tersebut adalah PLTU USC berkapasitas 2x1000 MW senilai tiga miliar dolar AS ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan.

Baca juga: Jaga pasokan listrik, PLTU Cilacap diingatkan perlu antisipasi tsunami

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019