Jakarta (ANTARA) - Ahli bidang pemeriksaan keuangan Dr. Eko Sembodo meningatkan audit investigasi oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) harus tetap berpegang pada standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN).

"Kalau ada laporan yang tidak memenuhi SPKN. laporan hasil pemeriksaan (LHP) bisa tidak diyakini kebenarannya sehingga seharusnya tidak dapat digunakan," kata Eko yang juga mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan BPK RI di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, pada saat uji di depan Pansel Capim KPK, I Nyoman Wara mengaku digugat oleh Sjamsul Nursalim terkait dengan pelaksanaan audit investigasi BLBI yang dilakukannya.

Menurut Nyoman Wara, audit investigasi yang dilakukannya sudah benar sesuai dengan aturan meskipun audit investigasi BLBI pada tahun 2017 menunjukkan kesimpulan berbeda yang menyebutkan adanya kerugian negara, sedangkan audit pada tahun 2002 dan 2006 menyebutkan tidak terjadi kerugian negara.

Baca juga: Ahli hukum sebut audit investigasi oleh BPK tetap butuh konfirmasi

Nyoman Wara beralasan bahwa audit 2002 dan 2006 adalah audit kinerja, sedangkan audit investigatif yang dia lakukan pada tahun 2017 untuk menghitung kerugian negara.

Dalam audit yang dilakukannya, Nyoman menggunakan bukti-bukti dan informasi dari penyidik KPK serta tidak melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap pihak terperiksa (auditee) dengan alasan audit investigasi bersifat rahasia sehingga tidak perlu meminta tanggapan dari auditee.

Lebih jauh Eko mengatakan bahwa auditor BPK yang melakukan pemeriksaan investigasi seharusnya berpedoman pada SPKN yang dimuat dalam Peraturan BPK No. 1 Tahun 2017.

SPKN merupakan pedoman pemeriksaan dan tolak ukur pelaksanaan pemeriksaan yang wajib digunakan oleh auditor BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan jenis apa pun.

Pada dasarnya audit keuangan, audit kinerja, maupun audit investigasi tidak membedakan kewajiban auditor BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk mematuhi dan melaksanakan standar yang ditetapkan atau dijabarkan dalam SPKN, khususnya mengenai konfirmasi dan klarifikasi terhadap auditee.

Hanya saja, untuk hasil akhir pemeriksaan investigatif yang dituangkan dalam LHP, SPKN tidak mewajibkan auditor untuk meminta tanggapan auditee.

Baca juga: KPK masukkan status DPO terhadap Sjamsul Nursalim

"Proses konfirmasi atau klarifikasi atau crosscheck terhadap auditee adalah prosedur standar pelaksanaan audit yang harus dan wajib dilakukan. Ini adalah standar yang universal dan menjadi esensi keabsahan dari suatu audit dengan jenis apa pun,” jelasnya.

Menurut dia, audit BLBI 2017, pihak yang memberikan tugas pemeriksaan, pihak yang memberikan informasi/bukti yang menjadi satu-satunya sumber pemeriksaan, dan pihak yang menggunakan laporan hasil pemeriksaan tersebut adalah pihak yang sama, yaitu pihak KPK sendiri, dengan tujuan menjustifikasi tuduhan KPK.

"Dengan sendirinya, audit BPK 2017 tersebut adalah audit yang berpihak sehingga jelas tidak independen,” ujarnya.

Baca juga: KPK disarankan lakukan gugatan perdata dalam kasus BLBI

Dalam SPKN, pada kerangka konseptual pemeriksaan, paragraf 42 tentang pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya yang berhubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan.

"Artinya, pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan harus melihat/merujuk juga hasil pemeriksaan terdahulu yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan pemeriksaan yang sedang dilakukan. Dalam laporan audit investigatif 2017, sama sekali tidak dirujuk audit BPK pada tahun 2002 dan 2006," kata Eko.

Dengan tidak dipatuhinya SPKN dalam pemeriksaan, menurut Eko, menunjukkan auditor tidak independen, tidak objektif, dan tidak profesional sehingga LHP tersebut tidak dapat diyakini kebenarannya dan tidak layak digunakan.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019