Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa kerja sama selama 2,5 tahun yang dilakukan dengan Badan Antariksa Inggris serta Inmarsat, operator telekomunikasi asal Inggris itu berdampak positif terhadap pengembangan praktek perikanan inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Agus Suherman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, menyatakan bahwa KKP, Badan Antariksa Inggris (UKSA), dan Inmarsat menyepakati penutupan proyek Program Kerja Sama Internasional (IPP).

Dibiayai oleh UKSA, proyek IPP yang bertujuan untuk mengoptimalkan teknologi mobile satellite guna memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia ini telah berjalan selama 2,5 tahun terakhir ini, atau tepatnya pada periode 2017-2019.

Proyek itu, ujar dia, merupakan tindak lanjut kunjungan Presiden Joko Widodo ke Inggris, yang saat itu didampingi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada April 2016.

Proyek IPP dimulai pada bulan April 2017 melalui uji coba manfaat dan tantangan sistem monitoring kapal (VMS) di 200 kapal perikanan berukuran 10 - 30 gross tonnage (GT), yang saat ini belum wajib menggunakan VMS.

"Uji coba ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, keselamatan, dan standar hidup komunitas nelayan Indonesia. Dengan mengatasi kesenjangan digital antara operasi penangkapan ikan skala besar dan kecil, kesejahteraan masyarakat nelayan Indonesia dapat ditingkatkan," ujarnya.

Sementara itu, penerapan teknologi modern berbasis satelit ini secara bersamaan juga bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan KKP dalam menangani penangkapan ikan ilegal (IUUF) di perairan Indonesia.

Ia menyebutkan bahwa efektivitas dari monitoring VMS telah memperkuat pengawasan, keamanan, produktivitas, dan mendukung kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan, aman, dan menguntungkan.

"Tak hanya itu, proyek ini juga dirancang untuk mengembangkan fitur-fitur layanan tambahan pada VMS, serta mengembangkan prototipe terminal VMS murah (low cost VMS) yang diproduksi di Indonesia," jelas Agus.

Sistem VMS ditambahkan dengan berbagai aplikasi yang disebut sebagai VMS+, yang dirancang untuk memberi insentif kepada pengguna untuk mengaktifkan pengiriman informasi posisi geografis kepada KKP dan juga memberikan peningkatan keamanan di laut dan meningkatkan produktivitas dan profit nelayan dan perusahaan perikanan.

Selain itu, low cost VMS memiliki fitur posisi, geofence, pesan teks, tombol darurat, laporan tangkapan ikan, informasi cuaca, daerah penangkapan ikan, dan harga ikan.

Agus Suherman menyampaikan, KKP sangat senang telah berkolaborasi dengan Pemerintah Inggris dan Inmarsat dalam mengimplementasikan Proyek IPP selama beberapa tahun terakhir.

"Proyek bernilai 8 juta poundsterling ini telah mendukung KKP dalam rangka mewujudkan perikanan yang aman, berkelanjutan, dan menguntungkan di Indonesia, serta memastikan keselamatan nelayan sekaligus memberikan layanan bernilai tambah bagi para nelayan dan komunitas," ucapnya.

Ia melanjutkan, pengelolaan perikanan skala kecil Indonesia secara berkelanjutan adalah salah satu prioritas pemerintah, mengingat 90 persen nelayan di Indonesia adalah skala kecil. Ia pun membuka kemungkinan kolaborasi lebih lanjut antara Indonesia dan Inggris dalam melanjutkan kerja sama yang telah terbangun.

"Saya berharap untuk melihat kemungkinan kolaborasi lebih lanjut antara Indonesia dan Inggris untuk memperluas kegiatan percontohan serupa ke satu atau dua wilayah lain di Indonesia, dengan melibatkan peran serta aktif dari stakeholders di tingkat pemerintah provinsi." paparnya.


Baca juga: Bertambah, KKP tangkap 6 kapal ikan asing ilegal Vietnam dan Filipina
Baca juga: KKP telah latih 403 observer kapal ikan
Baca juga: Kebijakan pemantauan kapal perikanan raih penghargaan dari LAN

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019